Dalam dunia Yunani kuno, kata stadion merujuk pada satuan ukuran jarak, perlombaan lari, serta tempat di mana perlombaan tersebut diadakan dan disaksikan oleh para penonton.
Permainan Besar
Perlombaan olahraga Yunani memiliki keterkaitan erat dengan agama, sehingga ajang-ajang tersebut diadakan di situs yang dianggap penting secara keagamaan atau di tempat suci. Banyak perlombaan, yang berlangsung setiap dua atau empat tahun, diadakan untuk menghormati dewa atau dewa setengah manusia tertentu, seperti Zeus di Olympia (mulai tahun 776 SM), Apollo di Delphi (mulai tahun 586 SM), Poseidon di Isthmia (mulai tahun 580 SM), dan Opheltes di Nemea (mulai tahun 573 SM). Empat ajang tersebut merupakan empat Pertandingan Pan-Hellenik utama. Wilayah lain di daratan Yunani maupun di pulau-pulau sekitarnya juga menyelenggarakan perlombaan atletik secara berkala. Kompetisi tertua adalah lomba lari jarak tertentu—stade atau stadion—sepanjang 600 kaki. Karena ukuran kaki (pous) tidak sepenuhnya terstandarisasi di seluruh Yunani, panjang stadion dapat bervariasi, misalnya 177 meter di Delphi dan 192 meter di Olympia. Di Nemea, beberapa tiang kecil masih tersisa di sisi lintasan, menandai tiap 100 kaki sepanjang stadion.
Perlombaan stadion mencakup satu lintasan panjang, yang setara dengan lomba lari 200 meter pada zaman modern. Selama 13 Olimpiade pertama (776 SM hingga 728 SM), perlombaan stadion ini merupakan satu-satunya acara, dan bahkan ketika kompetisi lain ditambahkan ke program Olimpiade, stadion tetap menjadi acara pertama dan paling prestisius. Para pemenang stadion menerima mahkota—terbuat dari daun zaitun di Olympia, pinus (dan kemudian seledri) di Isthmia, laurel di Delphi, dan seledri di Nemea—serta penghormatan dan hadiah dari kota asal mereka. Namun, hadiah sesungguhnya adalah ketenaran dan kejayaan. Para pemenang memperoleh pengakuan besar, bahkan namanya dijadikan penanda Olimpiade tersebut, serta dihormati seperti pahlawan, bahkan kadang setelah kematian mereka. Salah satu atlet paling terkenal adalah Leonidas dari Rhodes, yang memenangkan lomba stadion dalam empat Olimpiade berturut-turut.
Mulai tahun 724 SM, cabang atletik diperluas untuk mencakup lomba lari lain seperti diaulos (dua lintasan panjang), hippios (empat stadion), dolichos (lari jarak jauh antara 7 hingga 20 stadion), dan lomba lari dengan baju zirah atau hoplitodromos (lari sejauh dua hingga empat stadion sambil mengenakan pelindung kaki, helm, dan membawa perisai).
Lokasi
Stadion juga digunakan untuk menyebut tempat di mana penonton menyaksikan acara tersebut. Lintasannya sendiri biasanya dibuat dari tanah liat padat (yang disiram air dan dipadatkan untuk menciptakan permukaan keras) dan mencakup area di kedua ujung panjang lintasan. Di belakang garis start, yang awalnya hanya berupa garis sederhana yang digambar di permukaan trek, ada ruang untuk hakim start, dan setelah garis finish, ada area bagi atlet untuk memperlambat langkah mereka sepanjang 15 meter (menariknya, panjang ini juga digunakan dalam lintasan lari modern).
Seiring waktu, prosedur awal lomba menjadi lebih kompleks. Pada abad ke-5 SM, lempengan batu permanen (balbis) dipasang melintang di lintasan, lengkap dengan alur paralel bagi para atlet—yang berlomba tanpa busana dan tanpa alas kaki—untuk menempatkan jari kaki, memastikan setiap orang memulai dari posisi sejajar dan berdiri. Tambahan lain berupa tiang kecil di garis start untuk membedakan jalur, jumlahnya bervariasi, misalnya 22 di Nemea dan 11 di Epidauros. Jika jumlah pelari melebihi jumlah jalur, babak kualifikasi digelar. Penentuan jalur dilakukan dengan undian (biasanya memakai pecahan tembikar). Pada abad ke-4 SM, sistem rumit (hysplex) berbentuk pilar, palang horizontal, dan tali dirancang agar seorang juri dapat melepaskan semua pelari secara bersamaan. Di Isthmia, juri berdiri di dalam sebuah lubang di belakang para atlet. Garis finis hanya berupa garis sederhana di tanah, dan jika jarak lomba lebih dari satu stadion, sebuah tiang kecil (kampter) dipasang di tengah garis finis sebagai penanda titik putar.
Awalnya, stadion adalah lintasan sederhana berbentuk persegi panjang datar, kadang dibangun di dekat bukit alami agar penonton dapat melihat acara dengan jelas. Namun, sejak awal abad ke-5 SM, tanggul buatan menjadi fitur umum, disertai saluran air di sekitar trek untuk mengalirkan kelebihan air hujan. Lintasan juga biasanya memiliki kemiringan kecil (seperti 2 meter di Nemea) untuk tujuan ini. Tempat duduk kemudian ditambahkan, baik dari batu seperti di Delphi, Delos, dan Rhodes, maupun dari marmer seperti di Athena dan Isthmia. Area tempat duduk menjadi lebih canggih dengan tangga dan pembagian yang memudahkan akses keluar-masuk penonton secara tertib. Tempat duduk khusus untuk VIP, yang terletak di posisi tengah lebih tinggi, juga menjadi fitur umum. Kursi ini diperuntukkan bagi para hakim terlatih (Hellanodikai) dan di Olympia, juga untuk pendeta perempuan Demeter Chamyne.
Kapasitas tempat duduk berkisar dari 30.000 penonton di Nemea hingga 45.000 penonton di Olympia. Pada ajang Pan-Hellenic, orang-orang datang dari seluruh penjuru Yunani untuk menikmati acara ini. Menariknya, bukti numismatik di Nemea menunjukkan bahwa penonton duduk berdasarkan kelompok geografis. Meskipun anak-anak perempuan diperbolehkan masuk, perempuan dewasa tidak diizinkan memasuki stadion selama acara berlangsung. Penonton turut hadir dan memberikan dukungan dengan sorak-sorai serta melempar bunga atau daun laurel kepada pemenang.
Pada periode Helenistik, lorong beratap (krypton) ditambahkan ke stadion (misalnya di Olympia dan Nemea) sebagai pintu masuk ke lintasan bagi atlet dan juri serta menghubungkan stadion dengan kompleks keagamaan. Pada masa Romawi, pintu masuk stadion dibangun lebih megah, dan seringkali area tempat duduk berbentuk setengah lingkaran menutup ujung stadion.