Konfusius (Kongzi) adalah seorang filsuf Tiongkok abad ke-6 SM. Pemikirannya, diekspresikan dalam filosofi Konfusianisme, sudah mempengaruhi kebudayaan Tiongkok hingga hari ini. Konfusius adalah sosok yang lebih besar daripada kehidupan dan sulit untuk memisahkan antara kenyataan dan mitos. Dianggap sebagai guru yang pertama, ajarannya diekspresikan dalam frase-frase pendek yang terbuka pada berbagai interpretasi.
Inti dari ide-ide filosofisnya adalah pentingnya hidup yang baik, berbakti dan menghormati leluhur. Juga menekankan pada kebutuhan akan penguasa yang murah hati dan hemat, pentingnya keseimbangan moral dalam diri yang berhubungan langsung dengan harmoni dalam dunia fisik serta bahwa para penguasa dan guru adalah teladan yang penting untuk masyarakat luas.
Kehidupan Awal Konfusius
Konfusius dipercaya hidup dari sekitar tahun 551 SM sampai sekitar tahun 479 SM di negara bagian Lu (sekarang Provinsi Shandong atau Shantung). Akan tetapi, catatan tertulis yang paling awal tentang Konfusius bertanggal dari sekitar empat ratus tahun setelah kematiannya seperti dalam Catatan Sejarah Sima Qian (atau Si-ma Ts’ien). Dibesarkan di kota Qufu (atau K’u-fou), Konfusius bekerja untuk Pangeran dari Lu dan diserahi berbagai macam tugas, yang paling dikenal adalah sebagai Direktur Pekerjaan Umum di tahun 503 SM dan kemudian Direktur Departemen Pengadilan tahun 501 SM. Kemudian, ia berkelana ke seluruh Tiongkok dan bertemu beberapa pengelana termasuk dipenjara selama lima hari karena identitas yang salah. Konfusius mengatasi kejadian tersebut dengan pengendalian diri yang biasa dan dikatakan dengan tenangnya memainkan alat musik petiknya sampai kesalahan itu akhirnya ditemukan. Pada akhirnya, Konfusius kembali ke kampung halamannya di mana ia mendirikan sekolah untuk mengajarkan ajaran-ajaran kuno kepada murid-muridnya. Konfusius tidak menganggap dirinya seorang ‘pencipta’ tapi lebih ke seorang ‘pemancar’ tradisi-tradisi moral kuno. Sekolah milik Konfusius ini terbuka bagi semua kalangan, kaya dan miskin.
Karya-Karya Konfusius
Adalah ketika ia sedang mengajar di sekolahnya, Konfusius mulai menulis. Dua koleksi puisinya adalah Kitab Nyanyian (Shijing atau Shi king) dan Kitab Hikayat (Shujing atau Shu king). Zaman Musim Semi dan Musim Gugur (Lin Jing atau Lin King), yang menceritakan sejarah Lu dan Kitab Perubahan (Yi Jing atau Yi King) adalah kumpulan risalah tentang ramalan. Sayangnya untuk para penerusnya, tidak satupun dari karya-karya ini menguraikan filosofi Konfusius. Oleh sebab itu, Konfusianisme harus dibuat dari catatan-catatan lamanya; dan dokumentasi yang paling bisa diandalkan mengenai ide-ide Konfusius dianggap sebagai Analek (kumpulan kesusastraan) meskipun di dalamnya juga tidak terdapat bukti bahwa ujaran-ujaran dan cerita-cerita pendek benar-benar dikatakan oleh Konfusius dan seringkali kurangnya konteks dan kejelasan menyebabkan banyak ajarannya terbuka bagi banyak interpretasi individual. Tiga sumber utama Konfusianisme adalah Mengzi, Ajaran Agung dan Makna. Bersama Analek ketiga buku ini merupakan Empat Kitab Konfusianisme yang juga dikenal sebagai Konfusianisme Klasik. Melalui teks-teks ini, Konfusianisme menjadi agama resmi negara bagian di Tiongkok mulai dari abad ke-2 SM.
Konfusianisme
Pemikiran ala Tiongkok dan filosofi politik, dan terutama Konfusianisme, sudah selalu sarat dengan pertanyaan-pertanyaan praktis mengenai moralitas dan etika. Bagaimana seharusnya seseorang hidup untuk menguasai lingkungannya, menyediakan pemerintahan yang sesuai dan mencapai keseimbangan moral? Inti dari Konfusianisme adalah keseimbangan moral seorang individu berhubungan langsung dengan keseimbangan kosmis; yang dilakukan seseorang, mempengaruhi yang lain. Contohnya, keputusan politik yang buruk bisa mengakibatkan bencana alam seperti banjir. Sebuah contoh korelasi langsung antara fisik dan moral terbukti dalam peribahasa ‘Surga tidak mempunyai dua matahari dan orang-orang tidak mempunyai dua raja’. Konsekuensi dari gagasan ini adalah bahwa, oleh karena hanya ada satu lingkungan kosmis, hanya ada satu cara hidup yang benar dan hanya satu sistem politik yang benar. Jika masyarakat gagal itu adalah karena teks-teks suci dan ajaran-ajarannya salah diartikan; teks-teks itu sendiri mengandung Jalan tapi kita harus mencari dan menemukannya.
Aspek penting lain dari gagasan-gagasan Konfusius adalah para guru, dan terutama para penguasa, harus menjadi teladan. Mereka harus murah hati agar bisa memenangkan kasih sayang dan penghormatan dari rakyat dan tanpa paksaan, sebab itu sia-sia. Mereka juga harus menjadi teladan hidup hemat dan memiliki moral yang tinggi. Untuk alasan ini, pendidikan Tiongkok mengutamakan menanamkan kepekaan moral dibandingkan kemampuan intelektual yang spesifik. Lebih lanjut, di bawah pengaruh Konfusianisme, politik Tiongkok, pada prinsipnya fokus pada kedekatan hubungan daripada institusi.
Mengzi & Xunkuang
Pemikiran-pemikiran Konfusius dikembangkan lebih jauh dan dikelompokkan oleh dua filsuf penting, Mengzi (atau Mencius) dan Xunkuang (Xunzi atau Hsun Tzu). Meski mereka berdua meyakini bahwa moralitas dan rasa keadilan seseorang membedakan manusia dengan hewan lain, Mengzi menguraikan keyakinan bahwa sifat alami manusia pada dasarnya baik; sementara Xunkuang, meski tidak menentang, agak lebih pesimis akan sifat alami manusia dan ia, karena itu, menekankan pentingnya pendidikan dan ritual untuk membuat orang-orang tetap pada jalur moral yang benar.
Konfusianisme, dengan demikian, menguraikan pentingnya empat sifat baik yang dimiliki oleh kita semua: kebajikan (jen), kebenaran (i), ketaatan pada upacara (li) dan kearifan moral (te). Yang kelima ditambahkan kemudian – keyakinan – yang dengan rapi berkorespondensi dengan lima elemen (dalam kepercayaan Tiongkok) yaitu tanah, kayu, api, logam, dan air. Sekali lagi, kepercayaan bahwa ada kaitan erat antara fisik dan moral diilustrasikan di sini. Dengan menyatakan bahwa semua manusia memiliki kebaikan-kebaikan ini, timbul dua gagasan: pendidikan harus memelihara dan merawat, dan semua manusia adalah sama – ‘Di antara empat lautan semua manusia adalah saudara’, Dengan aplikasi yang sesuai dan sikap yang patut, siapapun bisa menjadi orang bijak (sheng). Ini bukanlah bakat bawaan – yang memang penting – tapi tekad untuk membentuk karakter seserorang menjadi lebih baik.
Warisan
Setelah kematiannya di tahun 479 SM, Konfusius dikuburkan di makan keluarganya di Qufu (di Shandong) dan setelah beberapa abad berikutnya, namanya semakin besar hingga ia menjadi subyek pemujaan di sekolah-sekolah pada Dinasti Han (206 SM – 220 Masehi) dan kuil-kuil didirikan dalam namanya di semua ibu kota administratif selama Dinasti Tang (618-907 Masehi). Selama periode imperial pengetahuan mendalam mengenai teks-teks fundamental Konfusianisme dibutuhkan untuk bisa lolos ujian pegawai negeri. Orang-orang terpelajar dan keluarga aristokrat sering mempunyai prasasti yang berisi ajaran-ajaran Konfusius dipajang di rumah mereka dan terkadang bahkan patungnya, yang seringkali digambarkan duduk dan mengenakan kostum kerajaan sebagai simbol statusnya sebagai ‘raja tanpa takhta’. Gambar potretnya pun juga populer, terutama yang diambil dari versi aslinya yang hilang yang dikaitkan dengan Wu Daozi (atau Wu Taoutsi) dan dibuat pada abad ke-8 Masehi. Sayangnya, tidak ada potret kontemporer Konfusius yang selamat, namun ia paling sering digambarkan sebagai orang tua bijak dengan rambut abu-abu panjang dan kumis, kadang-kadang membawa gulungan.
Ajaran Konfusius dan pengikutnya, sudah menjadi bagian integral dari pendidikan Tiongkok selama berabad-abad dan pengaruh Konfusianisme masih terlihat sampai hari ini dalam kebudayaan Tiongkok kontemporer dan kebudayaan Asia Timur yang lain; dengan menitikberatkan pada hubungan kekeluargaan, bakti dan penghormatan, pentingnya ritual, nilai-nilai yang diberikan pada pengendalian diri dan upacara, dan keyakinan kuat pada kekuatan dan manfaat pendidikan.