Candi Borobudur

Ikhtisar

James Blake Wiener
dengan , diterjemahkan dengan Sabrina Go
diterbitkan pada 21 September 2018
Tersedia dalam bahasa lain: Bahasa Inggris, Bahasa Prancis, Bahasa Spanyol
Dengarkan artikel ini
X
Artikel Cetak
Borobudur Temple (by Gilbert Sopakuwa, CC BY-ND)
Candi Borobudur
Gilbert Sopakuwa (CC BY-ND)

Candi Borobudur atau kadang-kadang disebut “Barabudur” adalah candi Buddha Mahayana yang berlokasi di dekat kota Muntilan di Pulau Jawa di Indonesia. Dibangun pada masa Dinasti Syailendra (sekitar 650-1025 Masehi), Borobudur masih menjadi candi Buddha terbesar di dunia. Umat Buddha di Jawa melakukan ziarah dan ritual-ritual lain di Candi Borobudur sampai sekitar abad ke-14 dan abad ke-15 Masehi sampai candi ini diterlantarkan akibat banyaknya orang Jawa yang berganti agama menjadi Islam. Ditemukan kembali pada tahun 1814, sejak saat itu Borobudur sudah menjadi subyek penelitian yang sangat luas dan subyek investigasi arkeologis oleh orang-orang Belanda dan Jawa. UNESCO menetapkan Borobudur sebagai Situs Warisan Dunia di tahun 1991 yang sebelumnya direstorasi pada tahun 1970an dan 1980an di bawah pengawasan Presiden Soeharto (memerintah 1967-1998) dan UNESCO; candi yang ikonik ini terus memainkan peran penting dalam membentuk estetika, arsitektur dan identitas budaya Indonesia. Candi Borobudur adalah tempat yang paling dikunjungi turis di Indonesia.

Geografi dan Sejarah

Candi Borobudur berlokasi sekitar 40 km (25 mil) ke arah barat laut Yogyakarya dan sekitar 86 km (53 mil) ke barat kota Surakarta di Jawa Tengah. Candi ini terletak di wilayah yang berada di antara dua gunung berapi – G.Sindoro-Sumbing dan G.Merapi-Merbabu – juga di antara dua sungai – Progo dan Elo. Candi Borobudur berada sangat dekat dengan dua candi Buddha yang lain di Dataran Kedu: Candi Pawon dan Candi Mendut. Para sarjana dan arkeolog menduga bahwa pasti ada semacam hubungan antara candi-candi ini; sebab ketiganya berada dalam satu garis lurus. Akan tetapi, maksud dari hal ini masih menjadi perdebatan para sarjana. Apa yang diketahui adalah orang-orang Jawa kuno dan Jawa abad pertengahan, baik beragama Hindu atau Buddha, mengasosiasikan Dataran Kedu dengan produksi pertanian yang melimpah, dan kemudian dianggap salah satu tempat paling sakral di pulau Jawa. Orang-orang kuno menganggap kedua sungai tersebut membawa keberuntungan karena mengingatkan pada sungai Gangga dan sungai Yamuna yang suci di India zaman sekarang. Dan tidak mengejutkan, berkat wilayah yang menguntungkan ini, candi Hindu Gunung Wukir, yang bertanggal sekitar 732 Masehi, terletak hanya 10 km (6 mil) di sebelah barat Candi Borobudur, juga di Dataran Kedu.

Sisihkan pariwara
Advertensi
Penganggalan Candi Borobudur dibuat berdasarkan perbandingan artistik dari relief dan inkripsi yang ditemukan di Indonesia dan di tempat laiN.

Periode di mana orang-orang Jawa membangun Candi Borobudur diselubungi oleh legenda dan misteri. Tidak ada catatan yang berkaitan dengan pembangunan atau tujuan pembangunannya; dan penanggalan Candi Borobudur dilakukan berdasarkan pada perbandingan artistik dari relief-relief dan inkripsi-inkripsi yang ditemukan di Indonesia dan di tempat lain di penjuru Asia Tenggara. Pengaruh budaya dan agama yang kuat tiba di Indonesia yang sekarang berasal dari anak benua India yang dimulai dari sekitar abad pertama Masehi. Pengaruh ini berkembang pesat dari sekitar tahun 400 Masehi dan seterusnya. Para pedagang beragama Hindu dan Buddha menetap di wilayah ini, menikah dengan penduduk lokal dan memfasilitasi hubungan perdagangan jarak jauh antara orang-orang Jawa asli dan orang India kuno. Selama berabad-abad, orang-orang Jawa mencampurkan kebudayaan dan agama dari India kuno ke dalam budaya mereka sendiri.

Nama “Borobudur” itu sendiri adalah subyek perdebatan yang intens para sarjana dan termasuk misteri yang masih belum terpecahkan. Beberapa sarjana berpendapat bahwa nama tersebut berakar dari bahasa Sansekerta Vihara Buddha Uhr atau “Biara Buddha di Bukit”, sementara yang lain berpendapat bahwa Budur tidak lebih merupakan nama tempat dalam bahasa Jawa. Sebuah prasasti bertanggal 842 Masehi menyebutkan Bhumisambharabhudara atau “Gunung Sepuluh Tingkat Kebajikan Bodhisatwa”. Kemungkinan nama “Borobudur” berkaitan dengan “Bharabhudara”.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Para ahli sejarah modern saling tidak setuju mengenai peristiwa politik dan budaya yang menyebabkan pembangunan Candi Borobudur. Kemungkinannya adalah bahwa dinasti Hindu Sanjaya pada awalnya mulai membangun kuil Shiwa di tempat Borobudur sekarang berada pada sekitar tahun 775 Masehi dan mereka tidak sanggup menyelesaikannya karena diusir oleh dinasti Syailendra. (Akan tetapi harus dicatat bahwa sejarawan Jawa lain memandang dinasti Syailendra dan dinasti Sanjaya sebagai satu dan keluarga yang sama dan bahwa dukungan religius berubah hanya karena keyakinan pribadi. Konsensus umum menyatakan bahwa terdapat dua dinasti yang bersaing yang mendukung agama yang berbeda.)

Borobudur Model
Model Candi Borobudur
Mark Cartwright (CC BY-NC-SA)

Konsensus arkeologis dan ilmiah menempatkan akhir konstruksi Candi Borobudur pada sekitar tahun 800-825 Masehi. Raja Samaratungga (memerintah sekitar 790-835 Masehi) secara tradisional dianggap sebagai raja Jawa yang mengawasi penyelesaian pembangunan Candi Borobudur. Raja Buddhis, seperti Samaratungga, adalah lawan dari dinasti Hindu Sanjaya dalam rangka perebutan kekuasaan di dalam kerajaan Mataram di Jawa Tengah. Jawa Hindu di bawah pemerintahan dinasti Sanjaya membangun Candi Prambanan – candi Hindu terbesar di Indonesia, berlokasi sekitar 19 km (12 mil) ke arah barat Candi Borobudur – di abad yang sama dengan Candi Borobudur, dan sangatlah mungkin bahwa pembangunan Candi Prambanan bersifat politis dan kultural sebagai respon dari pembangunan Candi Borobudur.

Sisihkan pariwara
Advertensi
Selama abad-abad berikutnya, gempa bumi, gunung meletus dan pertumbuhan hutan hujan menyembunyikan Candi Borobudur dari masyarakat Jawa, membuatnya jadi tidak bisa diakses.

Yang diketahui adalah umat Buddha melakukan ziarah dan ambil bagian dalam ritual-ritual Buddhis di Candi Borobudur pada periode awal abad pertengahan sampai akhirnya diterlantarkan pada tahun 1400an Masehi. Akar penyebab penelantaran Candi Borobudur masih diperdebatkan, dan alasan-alasan mengapa Candi Borobudur sampai benar-benar terlantar masih tidak diketahui. Diketahui bahawa pada abad ke-10 dan ke-11 Masehi, ibu kota Kerajaan Mataram pindah ke timur menjauhi Candi Borobudur karena disebabkan oleh letusan gunung berapi, yang mungkin mengurangi Candi Borobudur sebagai pusat ziarah. Meski pedagang-pedagang Arab, Persia dan Gujarat membawa Islam masuk ke Indonesia yang sekarang sejak abad ke-8 dan ke-9 Masehi, percepatan perpindahan orang-orang Jawa menjadi Islam mulai meningkat dengan pesat hanya pada abad ke-15 Masehi. Karena masyarakat Jawa berbondong-bondong masuk Islam, masuk akal jika Candi Borobudur menjadi kurang penting. Selama berabad-abad berikutnya, gempa bumi, gunung meletus dan pertumbuhan hutan hujan menyembunyikan Candi Borobudur dari orang-orang Jawa, membuatnya tidak bisa diakses. Meski demikian, ada bukti bahwa Candi Borobudur tidak pernah benar-benar meninggalkan kesadaran kultural orang-orang Jawa. Bahkan setelah berpindah masuk Islam, cerita-cerita dan mitos-mitos Jawa yang muncul belakangan mengasosiasikan Candi Borobudur dengan misteri dan energi negatif.

Ancient Indian Ship
Kapal India Kuno
Michael J. Lowe (CC BY-SA)

Tahun 1814, Letnan Gubernur-Jendral Thomas Stamford Raffles (1781-1826) yang mengawasi pendudukan Inggris di Hindia Belanda mengizinkan penjelajah Belanda, Hermann Cornelius (1774-1833) untuk mengorganisir sebuah ekspedisi untuk menemukan letak Candi Borobudur, yang hasilnya sukses di tahun yang sama. Di tahun-tahun setelah penemuan kembali Candi Borobudur, pemerintahan Hindia Belanda Timur memperkerjakan dan mengizinkan penelitian arkeologis Candi Borobudur, namun penjarahan menjadi masalah utama di abad ke-19 dan awal abad ke-20 Masehi. Para ahli merekomendasikan agar Candi Borobudur dibiarkan utuh in situ (tetap pada tempatnya), dan usaha pertama restorasi dilakukan dari tahun 1907 sampai 1911. Hari ini, Candi Borobudur sekali lagi adalah sebuah situs ziarah Buddhis dan sebuah destinasi pariwisata utama di Asia Tenggara, namun pemerintah Indonesia masih khawatir akan kerusakan akibat banyaknya pengunjung di candi juga masalah lingkungan dan keamanan.

Seni dan Arsitektur

Candi Borobudur adalah bangunan Buddhis kuno yang monumental dan mengesankan dan di Asia Tenggara hanya bisa disaingi oleh Angkor Wat di Kamboja, Kuil-kuil Buddha Bagan di Myanmar (Burma), Kuil Hindu Mỹ Sơn di Vietnam, dan reruntuhan Sukhothai di Thailand. Rancangan Candi Borobudur adalah campuran dari arsitektur bergaya Jawa dan dinasti Gupta, mencerminkan penyatuan antara estetika pribumi dan estetika India dalam Jawa kuno. Lebih dari 500 patung Buddha diletakan di sekitar Candi Borobudur, dan Candi Borobudur memiliki sekitar 3.000 patung relief. Ukiran-ukiran ini unik karena di dalamnya mengandung ajaran-ajaran Buddha, kehidupan dan kearifan pribadi. Jika dijumlah seluruhnya, Candi Borobudur bisa mengklaim memiliki jumlah ukiran Buddha dalam satu situs terbanyak di dunia. Diketahui bahwa di zaman kuno, para pengukir menghias dan memperindah galeri-galeri candi sebelum semuanya dilapisi cat dan stuko. Metode ini membantu mengawetkan ukiran-ukiran ini selama lebih dari seribu tahun.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Diperkirakan lebih dari 1,6 juta blok andesit – batuan vulkanik – digunakan dalam pembangunan Candi Borobudur. Bebatuan ini dipotong dan disatukan dengan metode yang sama sekali tidak menggunakan semen. Candi Borobudur terdiri dari tiga monumen berbeda: candi utama di Borobudur dan dua candi yang lebih kecil yang berlokasi di timur candi utama. Kedua candi yang lebih kecil itu adalah Candi Pawon dan Candi Mendut; yang belakangan ini memiliki sebuah patung Buddha yang besar dikelilingi oleh dua Bodhisatwa. Keseluruhannya, Candi Borobudur, Candi Pawon dan Candi Mendut memilki simbol yang menggambarkan jalan yang diambil oleh seseorang untuk menuju Nirwana. Ketiga candi ini berada dalam satu garis lurus. Candi Buddha lain - Candi Ngawen, yang bertanggal abad ke-8 Masehi, berada hanya 10 km (6 mil) dari candi utama di Borobudur. Sebuah reruntuhan candi Hindu, Candi Banon, terletak hanya beberapa meter dari Candi Pawon.

Struktur candi utama di Borobudur dibangun di atas tiga tingkat dengan dasar berbentuk piramida penuh dengan lima teras persegi, batang kerucut dengan tiga panggung berbentuk lingkaran, dan di tingkat yang lebih tinggi, sebuah stupa besar yang monumental. Relief-relief halus membentuk bagian dinding-dinding candi dan menutupi area seluas kurang-lebih 2.520 m2 (27.125 kaki persegi). 72 stupa masing-masing dengan sebuah patung Buddha di dalamnya ditemukan di sekitar panggung bundar Candi Borobudur. Alokasi dan penggambaran ruang ini sesuai dengan konsepsi Buddhis tentang alam semesta. Dalam kosmologi Buddhis, alam semesta dibagi menjadi tiga dunia yang disebut arupadhatu, rupadhatu, and kamadhatu. Arupadhatu diwakili oleh tiga panggung dan stupa besar, rupadhatu diwakili oleh lima teras dan kamadhatu diwakili oleh dasar candi.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Tentang Penerjemah

Sabrina Go
Penggemar cerita-cerita lama, kisah-kisah kuno dan kejadian-kejadian di masa lalu. Dan seorang penerjemah.

Tentang Penulis

James Blake Wiener
James adalah penulis dan mantan Profesor Sejarah. Ia memegang gelar MA dalam bidang Sejarah Dunia terutama untuk minatnya terhadap pertukaran lintas budaya dan sejarah dunia. Ia adalah salah satu pendiri World History Encyclopedia dan pernah menjabat sebagai Direktur Komunikasi di sana.

Kutip Karya Ini

Gaya APA

Wiener, J. B. (2018, September 21). Candi Borobudur [Borobudur]. (S. Go, Penerjemah). World History Encyclopedia. Diambil dari https://www.worldhistory.org/trans/id/1-14364/candi-borobudur/

Gaya Chicago

Wiener, James Blake. "Candi Borobudur." Diterjemahkan oleh Sabrina Go. World History Encyclopedia. Terakhir diubah September 21, 2018. https://www.worldhistory.org/trans/id/1-14364/candi-borobudur/.

Gaya MLA

Wiener, James Blake. "Candi Borobudur." Diterjemahkan oleh Sabrina Go. World History Encyclopedia. World History Encyclopedia, 21 Sep 2018. Web. 23 Nov 2024.