Atlantis

Ikhtisar

Mark Cartwright
dengan , diterjemahkan dengan Sabrina Go
diterbitkan pada 08 April 2016
Dengarkan artikel ini
X
Artikel Cetak
Greek Hoplite Drowning (by The Creative Assembly, Copyright)
Prajurit Yunani Hoplite Tenggelam
The Creative Assembly (Copyright)

Atlantis adalah kota legendaris yang dideskripsikan oleh fisuf Yunani Plato (sekitar tahun 429 – 347 SM). Atlantis, sebuah kebudayaan yang teramat kaya dan maju, tersapu oleh laut dan hilang untuk selamanya dalam sebuah kisah yang sudah sejak awal merangsang imajinasi para pembacanya. Tanpa adanya bukti arkeologis atau informasi yang jelas dari sumber-sumber lain selain Plato, legenda ini memunculkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.

Apakah Atlantis yang sebenarnya itu ada? Apakah kisah ini berdasarkan peradaban Minoa Kuno? Apakah bencana yang yang menenggelamkan Atlantis adalah meletusnya gunung Thera di Santorini yang ada di Laut Aegea, ataukah keseluruhan kisahnya adalah rekaan Plato untuk menggambarkan kejayaan kotanya sendiri, Athena, dan memberikan contoh moral mengenai apa yang bisa terjadi pada kota-kota yang menjadi tamak dan mengabaikan peraturan dan hukum? Di manakah kota ini sekarang? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada habisnya dispekulasikan oleh para akademisi dan pecinta sejarah tanpa mendapatkan jawaban yang memuaskan.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Timaeus oleh Plato

Kisah tentang Atlantis pertama kali muncul dalam Timaeus karya Plato, yang merupakan salah satu karyanya terakhirnya. Judul dialog ini berasal dari tokoh utamanya, seorang filsuf Pitagoras fiktif dari Italia Selatan yang membicarakan jiwa Sokrates. Dialog ini bukanlah dialog yang filosofis, melainkan sebuah praktik dalam cara berpikir yang tidak biasa dan melibatkan sebuah monolog yang sangat panjang oleh Timaeus mengenai penciptaan dunia. Gagasan-gagasan filosofis dibahas tapi muncul pertanyaan lama tentang apa sebenarnya gagasan Plato dan yang mana yang sekadar gagasan tokoh rekaannya saja? Bagian mengenai Atlantis sebenarnya diucapkan di awal dialog oleh Critias, seorang Sofis yang hidup sekitar tahun 460 sampai 403 SM. Hal yang penting adalah, Critias, seperti semua Sofis (seperti yang dijelaskan Plato dalam dialog Phaedrus), menyampaikan gagasan-gagasannya dengan berlebihan dan dibumbui hanya untuk menarik perhatian pendengar dan untuk menyampaikan inti dari gagasannya saja. Semuanya kabur, tidak ada yang pasti. Sarana sastra apapun yang diperlukan harus digunakan untuk mengekspresikan gagasan-gagasan filosofis yang kompleks dan menjadikannya lebih mudah dimengerti. Mungkin karena itulah kita harus membaca mitos Atlantis.

Plato menggunakan segala sarana sastra yang diperlukan untuk mengekspresikan gagasan-gagasan filosofisnya. Mungkin karena itulah kita harus membaca mitos Atlantis.

Kisah Critias diperkenalkan oleh tamu lain, Hermokrates (seorang jenderal historis dari Sirakusa), yang mendesak Critias untuk menceritakan kisahnya “yang sudah ada sejak lama” (20d). Critias memulai kisahnya dengan menekankan bahwa kisahnya benar-benar terjadi dan dijamin oleh Solon, negarawan Yunani dan penulis puisi yang hidup sekitar tahun 640-560 SM. Critias mengakui bahwa kisahnya adalah “sebuah kisah yang aneh, meski demikian, setiap kata adalah benar” (20d). Ia berkata bahwa Solon menceritakannya pada kawannya Dropides, kakek buyut Critias, dan kemudian diturunkan secara turun-temurun di dalam keluarga. Solon, seperti yang sudah diceritakan, mendengar kisah ini saat perjalanannya di Mesir, khususnya dari pendeta di Sais, dan bermaksud menuliskannya tapi tidak sempat. Critias ingin menceritakan kisah ini karena kisah ini menggambarkan pencapaian terbesar Athena yang sayangnya sudah terlupakan karena sudah terlalu lama berlalu, yang menurut pendeta-pendeta Mesir terjadi 9000 tahun sebelum Plato.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Pencapaian besar Athena kuno ini dideskripsikan oleh Critias sebagaimana ia mengutip sang pendeta saat ia berbicara langsung dengan Solon:

Catatan-catatan yang ada berbicara tentang sebuah kekuatan yang sangat besar yang pernah dihentikan oleh kotamu dalam operasi militernya yang kurang ajar melawan seluruh Eropa dan Asia sekaligus – sebuah kekuatan yang muncul dari lautan, dari Samudra Atlantik. Karena pada saat itu perairan tersebut masih bisa dilalui, karena ada sebuah pulau di depan selat yang disebut oleh bangsamu sebagai “Pilar Herkules”. [Selat Gibraltar] Pulau ini lebih besar daripada Libya dan Asia (bagi bangsa Yunani pada waktu itu Asia adalah Sungai Nil hingga Hellespontos) digabung, dan pulau ini menyediakan jalur ke pulau-pulau lain bagi orang-orang yang berpergian di zaman itu. Dari pulau-pulau tersebut orang-orang bisa berpergian ke seluruh benua di sisi lain, yang mengelilingi lautan sungguhan di seberang. Semua yang ada di selat yang kita bicarakan ini kelihatannya hanyalah sebuah dermaga dengan pintu masuk yang sempit, sementara ada Samudra di luar sana dan daratan yang mengelilinginya layak disebut sebagai benua. Di pulau Atlantis inilah kekuatan yang luar biasa besar dan agung terletak, dan tidak hanya menguasai seluruh pulau, tapi juga banyak pulau lain dan bagian benua lainnya. Terlebih lagi, kekuasaan mereka bahkan meluas sampai ke di dalam selat, melampaui Libya dan Mesir, dan Eropa hingga sejauh Tyrrhenia (Italia Tengah). Pada suatu hari, kekuatan ini mengerahkan segenap kemampuannya dan bermaksud untuk memperbudak semua wilayah di dalam selat, termasuk daerahmu dan daerahku dalam sekali pukul. Dan itulah, Solon, kotamu bersinar terang dengan kecermelangan dan kekuatan untuk dilihat oleh seluruh umat manusia. Unggul di antara semua orang lain dalam kemuliaan jiwanya dan dalam penggunaan semua seni perang, ia pertama kali naik ke kepemimpinan perjuangan Yunani. Kemudian, dipaksa berdiri sendiri, ditinggalkan oleh sekutu-sekutunya, ia mencapai titik bahaya yang ekstrem. Meskipun demikian, ia mengalahkan para penyerbu dan mendirikan monumen kemenangannya. Ia mencegah perbudakan mereka yang belum diperbudak, dan dengan murah hati membebaskan kita semua yang tinggal di dalam batas-batas Herkules. Beberapa waktu kemudian gempa bumi dan banjir yang sangat dahsyat terjadi, dan setelah dimulainya hari dan malam yang tak tertahankan, seluruh pasukan prajuritmu tenggelam di bawah bumi sekaligus, dan Pulau Atlantis juga tenggelam di bawah laut dan menghilang. Itulah sebabnya lautan di wilayah itu menjadi tidak dapat dilayari dan tidak dapat dijelajahi, terhalang oleh lapisan lumpur di kedalaman yang dangkal. Sisa-sisa pulau saat mengendap. (Timaeus, 24e-25e, diterjemahkan oleh D.J.Zeyl).

Critias kemudian menjelaskan bahwa diskusi di hari sebelumnya dengan Sokrates (kemungkinan dalam Republik) dan berbicara tentang sebuah kota yang ideal dan institusi politik yang diajukan oleh sang filsuf hebat ini mengingatkannya pada kisah ini. Ia kemudian mengajukan untuk menggunakan kisah ini sebagai dasar diskusi hari itu. Sokrates menyetujuinya karena bertepatan dengan perayaan Athena sebagai dewi pelindung kota Athena dan,lebih jauh lagi, “kisah ini bukanlah rekaan melainkan kisah nyata” (26e), ujar Sokrates. Faktanya, Atlantis tidak disebutkan lagi dan Timaeus meneruskan memberikan pidato panjang tentang asal mula alam semesta dan umat manusia. Tidak satu tokoh pun berbicara lagi.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Plato
Plato
Mark Cartwright (CC BY-NC-SA)

Critias oleh Plato

Kisah Atlantis muncul lagi, kali ini dengan lebih banyak detail, dalam Critias karya Plato, dialog ini dinamakan sesuai Sofis penutur cerita kita dari Timaeus. Karya ini melanjutkan percakapan di Timaeus, dan sekarang Critias akan menyajikan teori tentang keadaan ideal menurut Sokrates dalam konteks kota yang nyata, yaitu Athena 9000 tahun yang lalu. Kemudian ia memperlihatkan bagaimana lembaga-lembaga ini memperbolehkan warga Athena mengalahkan peradaban yang lebih maju secaara teknologi dari Atlantis dan menjadi makmur setelahnya. Dialog ini tidak lengkap karena pidato Critias tidak membicarakan lebih jauh tentang perang antara Athena dan Atlantis dan terputus di tengah-tengah, dan tokoh keempat, Hermokrates, tidak mendapat giliran berbicara, meskipun di awal Sokrates sudah memberikan indikasi ia akan mendapat gilirannya.

Critias memulai pidatonya,

Kita harus mengingat sejak awal bahwa, secara kasar, sudah 9000 tahun sejak sebuah perang tercatat terjadi antara orang-orang yang tinggal di luar pilar-pilar Herkules dan mereka yang tinggal di dalamnya. Perang inilah yang akan aku ceritakan. Kata mereka, kota Athena ini adalah penguasa orang-orang [Mediterania] dan memiliki andil dalam keseluruhan perang. Kata mereka pula, bahwa raja-raja Pulau Atlantis adalah penguasa orang-orang yang lainnya. Pulau ini, seperti yang kita bicarakan [dalam Timaeus], pda suatu masa, lebih luas daripada gabungan Libya dan Asia. Akan tetapi akibat terjadinya gempa bumi pulau ini tenggelam di Samudra luas dan menghasilkan lautan lumpur yang luas yang menghalangi jalur para pelaut yang berlayar menuju Samudra luas dari perairan Yunani dan karena alasan inilah perairan tersebut tidak bisa dilalui lagi. (Critias, 108e-109a, diterjemahkan oleh D. Clay)

Atlantis muncul lagi di beberapa halaman setelah penjelasan tentang bagaimana Athena dan Hephaestus diberi kuasa untuk mengatur kota Athena, kehidupan awal kota tersebut dan raja-raja purbanya:

Maka Poseidon pun menerima pulau Atlantis sebagai salah satu wilayah kekuasaannya dan ia membangun tempat tinggal bagi anak-anak yang dilahirkannya dari seorang wanita fana di suatu tempat di pulau yang akan aku gambarkan ini. (ibid 113c)

Kemudian dilanjutkan dengan deskripsi panjang dan detail mengenai Atlantis. Pulau ini bergunung-gunung dan menjulang langsung dari laut. Pulau ini memiliki dataran tengah yang subur dengan bukit di tengahnya yang dikelilingi oleh cincin laut dan daratan yang diciptakan oleh Poseidon untuk melindungi rakyatnya. Kita diberi tahu bahwa raja pertama adalah Atlas dan dengan demikian daratannya disebut Atlantis dan samudra di sekelilingnya disebut Samudra Atlantik. Bangsa itu makmur selama banyak generasi dan mereka menaklukkan wilayah-wilayah di sekitar Mediterania.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Daratan Atlantis menghasilkan pohon-pohon, logam, makanan yang berlimpah, dan dihuni oleh banyak makhluk termasuk gajah. Orang-orang Atlantis hidup dengan baik, memelihara hewan, mengairi tanaman mereka, kota-kota dibangun dengan pelabuhan-pelabuhan dan kuil-kuil yang indah, jembatan dan kanal dengan tembok-tembok dan gerbang dibangun untuk bergabung dengan cincin-cincin laut di sekitar pulau. Yang belakangan ini dihias dengan perunggu dan timah; sebegitu berlimpahnya sumber daya. Di tengah kota terdapat kuil Poseidon yang seluruhnya dilapisi perak dan beratap gading. Keseluruhan kompleks itu dikelilingi oleh tembok dari emas murni dan dihiasi dengan patung-patung emas. Kota ini memiliki air mancur yang mengeluarkan air panas dan dingin, rumah-rumah pemandian, gimnasium, lintasan pacuan kuda, dan armada kapal perang yang besar. Populasi pulau ini sangat besar dan sanggup mengerahkan tentara sebanyak 10.000 kereta perang. Kemudian dijelaskan mengenai praktik religius dan hal ini meliputi mengejar dan mengorbankan banteng.

Secara sederhana, bangsa Atlantis adalah bangsa paling yang besar, maju secara teknologi, kuat dan makmur yang pernah ada. Namun kemundurannya cepat dan dramatis:

Akan tetapi, di dalamnya, mereka penuh dengan nafsu akan kepemilikan dan kekuasaan. Namun, saat Zeus, sebagai dewa dari para dewa, berkuasa sebagai raja sesuai dengan hukum, bisa melihat dengan jelas keadaannya, ia mengamati bangsa yang mulia ini berada dalam kondisi yang buruk dan memutuskan untuk menghukum mereka dan agar mereka lebih berhati-hati dan lebih harmonis sebagai peringatan untuk mereka. Untuk itu ia memanggil semua dewa ke tempat tinggal mereka yang paling terhormat, yang terletak di tengah-tengah alam semesta dan melihat ke bawah pada semua yang memiliki andil dalam generasi. Dan ketika ia mengumpulkan mereka semua ia berkata… (ibid, 121b-c)

Kisahnya terpotong di bagian ini dan teks Critias berakhir. Meski demikian, kita tahu dari referensi sebelumnya, di awal Critias dan Timaeus, bahwa Atlantis dikalahkan oleh bangsa Athena dalam perang dan Atlantis tersapu ke dalam laut oleh gempa bumi dan banjir dan tidak pernah terlihat lagi.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Volcanic Crater of Thera (Santorini)
Kawah Gunung Berapi Thera (Santorini)
Mark Cartwright (CC BY-NC-SA)

Penafsiran akan Atlantis

Kemudian, Plato, setidaknya hanya kulitnya saja, memperkenalkan kisah Atlantis hanya untuk menunjukkan bahwa Athena kuno adalah kota yang hebat dan, masyarakatnya, dengan hukum mereka, mampu mempertahankan kebebasan mereka dari kekuatan asing yang agresif. Itulah, setidaknya, maksud Critias, si tokoh. Tentunya ada sisi moral dari kisah ini, bahwa keserakahan untuk mendapatkan kekayaan dan kekuasaan hanya akan membawa kehancuran.

Sebagai metafora, kisah Atlantis dan kemenangan Athena kemungkinan menggambarkan Pertempuran Marathon di tahun 490 SM ketika bangsa Yunani mengalahkan tentara Darius dari Persia yang menjajah. Metafora bangsa Yunani melawan ‘kaum barbar’ yang menggambarkan makhluk-makhluk mitologi seperti centaurus sudah terlihat dalam kesenian Yunani sebelum zaman Plato. Mungkinkah ‘terpaksa berdiri sendiri’ merujuk pada ketidakhadiran Sparta dan Marathon?

Dan di manakah lokasi fisik Atlantis? Banyak yang menganggap pulau ini dan menghilangnya terinspirasi oleh letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tsunami susulan di pulau Aegea di Thera pada akhir Zaman Perunggu yang menghancurkan kebudayaan tersebut dan menenggelamkan sebagian pulau itu. Thera dengan jaringan perdangangannya yang luas dan keseniannya tentunya bisa dianggap maju dan makmur oleh peradaban kontemporer. Apa lagi cara yang lebih baik untuk mengingat kepunahan mengejutkan ini selain dengan mitos yang fantastis? Deskripsi tentang gunung-gunung di Atlantis cocok dengan pulau vulkanik, namun ukuran dan lokasinya di Samudra Atlantik tidak cocok dengan Thera.

Selain itu, disebutkannya tentang mengejar dan mengorbankan banteng di Atlantis. Mungkinkah ini merujuk pada praktik bangsa Minoan Kreta yang sudah didokumentasikan dengan baik, di mana banteng lompat, pemujaan dan ikonografinya meliputi catatan arkeologis ini? Dialog Plato yang berikutnya, menurut banyak akademisi, (kebetulan?) berjudul Minos sesuai dengan nama raja legendaris pulau tersebut, yang dikagumi oleh Plato karena keahliannya membuat undang-undang.

Minoan Bull Leaping
Loncat Banteng Minoa
Mark Cartwright (CC BY-NC-SA)

Penulis-Penulis Setelahnya

Penulis-penulis kuno setelah Plato tertarik dengan kisah Atlantis, dimulai dengan Crantor (335-275 SM). Ia adalah seorang filsuf di Akademi Plato yang menulis sanjungan untuk Timaeus dan menganggap kisah Atlantis sebagai kisah nyata. Atlantis muncul lagi dalam karya penulis biografi Yunani, Plutarch (45-125 Masehi), yang mengulangi kisah ini dalam biografinya tentang Solon bahwa pembuat hukum terkenal itu ingin mendokumentasikan kisah tersebut untuk generasi mendatang:

Solon juga mencoba untuk menulis sebuah puisi panjang mengenai kisah atau legenda tentang Atlantis yang hilang, karena subjek ini, menurut apa yang ia dengar dari orang-orang terpelajar di Sais, Mesir, memiliki hubungan khusus dengan Athena. Pada akhirnya ia berhenti, tapi bukan karena kekurangan waktu, seperti yang dikatakan oleh Plato, melainkan karena usianya dan kekhwatirannya bahwa tugas ini terlalu berat untuknya. (Solon, 75)

Demikianlah kisah tentang Atlantis terus berlangsung selama berabad-abad, lewat Renaissance dan New Atlantis (Atlantis Baru) karya Francis Bacon, Utopia karya Thomas More, dan banyaknya penceritaan ulang yang sudah ditambah-tambahi di zaman sekarang, dan teori-teori mulai dari yang masuk akal hingga yang konyol, diajukan, diperdebatkan, ditolak, dan diperdebatkan lagi.

Kisah Atlantis meninggalkan banyak pertanyaan yang hanya memiliki hipotesa-hipotesa menggoda sebagai jawaban. Barangkali, ada baiknya kita mengingat bahwa Plato bukanlah ahli sejarah melainkan seorang filsuf, bahwa ia sering menggunakan gaya bahasa simile dan metafora untuk mengekspresikan pemikiran-pemikirannya, dan bahwa, dalam kata-katanya sendiri, yang disampaikan lewat mulut Critias: “Tidak bisa dielakkan, aku kira, bahwa segala yang sudah kita ucapkan merupakan semacam representasi dan usaha untuk meniru” (Critias, 107b)

Sisihkan pariwara
Advertensi

Daftar Pustaka

Ensiklopedia Sejarah Dunia adalah Rekanan Amazon dan mendapatkan komisi atas pembelian buku yang memenuhi syarat.

Tentang Penerjemah

Sabrina Go
Penggemar cerita-cerita lama, kisah-kisah kuno dan kejadian-kejadian di masa lalu. Dan seorang penerjemah.

Tentang Penulis

Mark Cartwright
Mark adalah seorang penulis, peneliti, sejarawan, dan editor penuh waktu. Minat khususnya meliputi seni, arsitektur, dan menggali gagasan-gagasan yang dibagikan oleh semua peradaban. Selain itu, ia memiliki gelar pendidikan MA in Political Philosopy dan menjabat sebagai Direktur Penerbitan di World History Encyclopedia.

Kutip Karya Ini

Gaya APA

Cartwright, M. (2016, April 08). Atlantis [Atlantis]. (S. Go, Penerjemah). World History Encyclopedia. Diambil dari https://www.worldhistory.org/trans/id/1-754/atlantis/

Gaya Chicago

Cartwright, Mark. "Atlantis." Diterjemahkan oleh Sabrina Go. World History Encyclopedia. Terakhir diubah April 08, 2016. https://www.worldhistory.org/trans/id/1-754/atlantis/.

Gaya MLA

Cartwright, Mark. "Atlantis." Diterjemahkan oleh Sabrina Go. World History Encyclopedia. World History Encyclopedia, 08 Apr 2016. Web. 21 Nov 2024.