Pertempuran Carrhae, 53 SM

5 hari tersisa

Berinvestasi dalam Pendidikan Sejarah

Dengan mendukung badan amal kami, World History Foundation, Anda berinvestasi untuk masa depan pendidikan sejarah. Donasi Anda membantu kami memberdayakan generasi penerus dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan untuk memahami dunia di sekitar mereka. Bantu kami memulai tahun baru dengan siap mempublikasikan informasi sejarah yang lebih andal, gratis untuk semua orang.
$3754 / $10000

Artikel

Donald L. Wasson
dengan , diterjemahkan dengan Christo Sylvano
diterbitkan pada 02 Juli 2019
Tersedia dalam bahasa lain: Bahasa Inggris, Bahasa Prancis, Bahasa Portugis
Dengarkan artikel ini
X
Artikel Cetak

Pertempuran Carrhae pada tahun 53 SM adalah salah satu bencana militer terbesar di seluruh sejarah Romawi saat seorang pahlawan dalam operasi militer melawan Spartacus, Marcus Licinius Crassus (115-53 SM), memulai sebuah invasi tanpa sebab di wilayah kekaisaran Partia (Iran saat ini). Sebagian besar informasi mengenai pertempuran ini dan akibatnya berasal dari dua sumber utama: Biografi Crassus yang ditulis oleh seorang sejarawan abad ke-1, Plutarch dan Sejarah Romawiyang ditulis oleh Cassius Dio (sekitar tahun 155 - 235 M).

Carrhae telah menjadi bencana sejak awal. Selain pasukan Romawi tidak terbiasa bertempur di medan terbuka dan di bawah panas yang sangat menyengat di wilayah Suriah, mereka juga tidak pernah berhadapan dengan musuh seperti pasukan kavaleri Partia, yaitu: pasukan katafrak dan unta berzirah. Iain Dickie, dalam artikelnya diBattles of the Ancient World mengatakan bahwa Crassus mencoba untuk "mencetak satu gol atas lawan politiknya, Pompey dan Caesar. Dia mengharapkan kemuliaan dan kekayaan, tetapi malah mendapatkan tragedi dan kematian" (140). Pada akhir pertempuran, 20.000 prajurit Romawi terbunuh, 10.000 tertangkap, dan hanya 5.000 yang selamat dari pembantaian.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Parthian Camel Cataphracts
Katafrak Unta Partia
The Creative Assembly (Copyright)

Crassus & Tiga Serangkai

Marcus Licinius Crassus bukanlah seorang komandan amatir yang ditunjukkan dari hasil pertempuran. Dia adalah seorang pemimpin militer yang cakap sekaligus negarawan yang sukses. Bersama dengan Julius Caesar (100-44 SM) dan Pompey yang Agung (106-48 SM), Crassus membentuk Tiga Serangkai Pertama yang secara efektif memerintah Republik Roma dari tahun 60 sampai 53 SM. Sebuah Republik yang tidak stabil dan mendekati perang saudara membuat ketiga pria ini mengesampingkan perbedaan mereka dan penghinaan pada satu sama lain agar dapat menggabungkan kekuatan, dan mereka pun mendominasi pemerintahan Roma selama hampir satu dekade, bahkan mengendalikan pemilihan.

Dengan keberhasilan Caesar di Galia dan kemenangan Pompey melawan para bajak laut di Laut Mediterania, Crassus membutuhkan penaklukan militer agar dapat meningkatkan posisi politis pribadi dan keluarganya di Roma. Sebagai orang terkaya di Roma dan sumber dana bagi Tiga Serangkai, Crassus mengalihkan pandangannya ke timur, khususnya ke Partia. Dia memimpikan kekuasaan Romawi dan kesempatan untuk mendapatkan kemuliaan disana. Sayangnya, dia hanya tahu sedikit tentang Partia, kecuali tentang kekayaan yang begitu banyak di wilayah tersebut. Wilayah lain di bagian timur telah ditaklukkan dengan mudah, lalu mengapa Partia tidak? Dan meskipun Pompey telah menyepakati perjanjian dengan kekaisaran Partia, Crassus memilih untuk mengabaikannya. Kesombongan dan keserakahan ini akan menyebabkan malapetaka baginya sekaligus kehancuran bagi Tiga Serangkai Pertama.

Sisihkan pariwara
Advertensi
PASUKAN ROMAWI BELUM PERNAH BERHADAPAN DENGAN PASUKAN KAVALERI PARTIA YANG BEGITU TERAMPIL DAN TERLATIH UNTUK BERTEMPUR DI MEDAN TERBUKA.

Operasi militer terhadap Kekaisaran Partia

Crassus meninggalkan Roma pada Nopember tahun 55 SM dan bergerak ke timur menuju Asia Kecil, akhirnya mereka pun menyeberangi Sungai Efrat dan tiba di wilayah kekaisaran Partia. Dalam perjalanan, dia menjarah kota dan kuil untuk menambah kekayaan pribadinya. Crassus meninggalkan 7,000 pasukan kavaleri dan 1,000 infanteri untuk menjaga kota-kota yang telah ditaklukkan. Sembari menghabiskan musim dingin di Suriah, Crassus menunggu putranya, Publius bersama dengan pasukan kavaleri Galia miliknya datang. Pada akhirnya, pasukannya berjumlah 28,000 infanteri, 4,000 infanteri ringan, 1,000 kavaleri Galia, 3,000 kavaleri Romawi, dan 6,000 kavaleri Arab. Malang bagi Crassus, kavaleri Arab pergi sebelum pertempuran dimulai. Sembari menunggu cuaca menjadi cerah, dia bertemu dengan utusan kekaisaran Partia yang menanyakan maksud kedatangan pasukan Romawi dan menuntut dia untuk menarik pasukannya. Apakah kehadirannya resmi? Crassus memberitahu mereka bahwa kehadirannya tentu saja resmi.

Terlepas dari saran orang-orang Armenia yang lebih mengenal wilayah tersebut, Crassus dan pasukannya tetap bergerak ke barat menuju Seleucia. Raja Partia Orodes II (sekitar 57-37 SM), yang baru saja mengalahkan bangsa Armenia, memimpin pasukan ke Armenia untuk mencegah mereka bergabung dengan Crassus. Sementara itu, gubernur wilayah Partia, Surena mengumpulkan pasukannya untuk menghadapi pasukan Romawi. Saat kabar tiba bahwa bangsa Partia sedang bersiap untuk bertempur, Crassus segera mengatur pasukannya. Awalnya, dia mengatur pasukannya menjadi garis yang panjang, tetapi kemudian dia menyadari bahwa seluruh sisi begitu mudah diserang, lalu dia kembali mengatur pasukannya menjadi sebuah formasi kotak yang rapat. Setiap sisi pada formasi kotak memiliki sekitar 5,700 infanteri atau 12 kelompok. Di tengah kotak tidak hanya berisi infanteri ringan dan pasukan kavaleri, tetapi juga berbagai barang dan kemah-kemah para pengiring. Plutarch menulis tentang kegelisahan Crassus:

Sisihkan pariwara
Advertensi

Semuanya tentu saja merasa sangat terganggu, tetapi Crassus sangat ketakutan dan mulai menyusun pasukannya dengan terburu-buru dan berubah-ubah. Awalnya, seperti yang disarankan oleh Cassius, dia memperluas barisan prajuritnya sejauh mungkin di sepanjang dataran untuk mencegah musuh mengepung mereka, dan membagi seluruh pasukan kavalerinya di antara kedua sisi. Lalu dia berubah pikiran dan mengatur mereka dalam formasi kotak berongga yang memiliki empat sisi, dengan dua belas kelompok berada di setiap sisinya. (ch. 25)

Legion melawan Kavaleri

Pasukan Romawi belum pernah berhadapan dengan pasukan kavaleri Partia yang begitu terampil dan terlatih untuk bertempur di medan terbuka. Pertama, tidak seperti pasukan Romawi atau Yunani, pasukan Partia tidak membawa satu pun pasukan infanteri, hanya pasukan unta katafrak yang membawa tombak (sekitar 1,000) dan pasukan pemanah berkuda (sekitar 10.000). Mereka bergerak dan menembak dengan cepat. Bertumpu pada mobilitas dan kemahiran menunggang kuda dengan serangan cepat dan tipuan mundur. Terakhir, ada tembakan Partia yang terkenal, yaitu saat seorang pemanah berkuda berlari menjauh dari musuhnya dengan kecepatan penuh, lalu berputar ke belakang pelana sembari melesatkan rentetan anak panah melewati bokong kudanya. Taktik tersebut nyaris tak mungkin dibalas, dan panah-panah pasukan Partia dapat menembus zirah pasukan Romawi sedangkan tombak mereka dapat menusuk dua prajurit sekaligus.

Gladius Hispaniensis
Gladius Hispaniensis
David Friel (CC BY)

Di sisi pasukan Romawi, ada legiun yang terkenal, prajurit yang telah terbiasa bertarung dalam jarak dekat. Prajurit ini telah membuktikan kemampuannya saat melawan bangsa Yunani. Seorang legiun biasanya dipersenjatai dengan sebuah pilum (lembing yang berat) dan sebuah gladius Hispaniensis (pedang pendek untuk menusuk). Dia memakai topi perunggu, perisai, dan tunik rantai. Dia juga membawa alat-alat untuk menggali, tempat tidur yang bisa digulung, peralatan masak, dan ransum. Tidak satu pun dari benda tersebut yang dapat menolongnya untuk melawan pasukan Partia. Kurangnya kecakapan dan pelatihan untuk bertempur dalam gurun pasir Suriah yang luas akan memberikan kerugian yang begitu jelas baginya.

Pertempuran

Pasukan Romawi masih berbaris rapi dalam formasi kotak rapat mereka, sembari menunggu serangan langsung pasukan Partia yang ternyata tidak terjadi sama sekali. Plutarch menulis bahwa suara pasukan Partia di medan perang menggentarkan jiwa:

Sisihkan pariwara
Advertensi

Pasukan Partia tidak menyemangati diri mereka saat menuju medan perang dengan terompet atau sangkakala, tetapi mereka memiliki genderang-genderang dari kulit binatang yang tertutupi lonceng-lonceng perunggu, dan mereka menabuh semuanya bersamaan, alat-alat ini mengeluarkan sebuah nada rendah dan suram. (ibid)

Taktik pasukan Partia sederhana: memanah terus-menerus. Pasukan pemanah berkuda mengitari formasi kotak sembari memanah ke tengah pasukan Romawi. Semua serangan balasan gagal. Plutarch berkata,

... saat Crassus memberi perintah pada pasukan bersenjata ringan untuk menyerang, mereka tidak bisa melangkah jauh dan justru menghadapi banyaknya panah yang menyerang. Mereka pun berlari kembali untuk berlindung di antara sesama prajurit, membuat para prajurit ini ketakutan dan panik. Pada saat itu, mereka bisa melihat kecepatan dan daya rusak panah-panah tersebut yang mampu mematahkan zirah dan menembus penghalang apapun, baik yang keras atau lembut. (ibid)

Kavaleri Partia tidak bisa dihentikan, dan Crassus sadar bahwa dia harus membuat keputusan. Plutarch menulis bagaimana pasukan Romawi berharap bahwa anak panah pasukan Partia akan habis juga pada akhirnya, sampai mereka melihat unta-unta yang diisi penuh dengan pasokan panah yang begitu banyak.

... ketika mereka sadar bahwa banyak unta yang dimuati dengan anak panah di tempat-tempat yang telah ditentukan, dimana pasukan Partia mengambil pasokan baru, Crassus yang mulai bimbang pun melihat jika ini tidak akan ada habisnya, maka dia mengutus pembawa pesan untuk mendatangi putranya dan menyuruhnya untuk melakukan perlawanan dengan musuh... (Plutarch, ibid)

Crassus memberi perintah pada Publius untuk memimpin 1,000 kavaleri Galia, yang menderita akibat cuaca musim panas yang ekstrem, 300 kavaleri tambahan, 500 pemanah dan delapan kelompok legiun untuk membalas serangan Partia yang ganas.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Kematian Publius

Publius mengejar pemanah berkuda yang melarikan diri dan membuat dirinya berada jauh dari formasi kotak, saat itulah pasukan Partia berhenti lalu berbalik. Pasukan Romawi tiba-tiba terhenti sehingga mereka menjadi sasaran empuk para pemanah Partia. Plutarch mengatakan bahwa Publius sungguh percaya jika dia telah menang ketika mengejar pasukan Partia sampai dia menyadari bahwa dia telah tertipu: "perlawanan tidak seimbang, baik bertahan atau menyerang, karena dia (Publius) menyerang dengan tombak-tombak kecil dan rapuh untuk menghadapi pelindung dada berbahan kulit binatang dan besi..." (Plutarch, ch. 25)

Tentang kematian Publius, Cassius Dio menulis:

Ketika peristiwa itu terjadi, pasukan infanteri Romawi tidak melarikan diri, namun dengan gagah berani melawan pasukan Partia untuk membalas kematiannya. Namun, mereka tidak mencapai hasil yang memuaskan karena jumlah musuh dan taktik... (441)

Dari 5,500 prajurit Romawi, 500 ditangkap sedangkan sisanya tewas tertembus anak panah. Kepala Publius ditancapkan pada sebuah tombak dalam serangan katafrak yang berikutnya saat menyerang formasi kotak Romawi. Plutarch menulis dampaknya pada pasukan Romawi:

Pemandangan ini meremukkan dan melemahkan semangat pasukan Romawi lebih dari pengalaman-pengalaman buruk yang pernah mereka alami, dan mereka semua dipenuhi oleh, bukan semangat untuk membalas dendam, seperti yang diharapkan, namun oleh kengerian dan ketakutan. (bab. 26)

Parthian Cataphract
Katafrak Partia
Simeon Netchev (CC BY-NC-ND)

Para pasukan Partia dengan 'menghina' mempertanyakan keluarga Publius, serta mengatakan bahwa Crassus tidak mungkin adalah ayah dari seorang putra yang begitu mulia dan gagah berani. Namun, terlepas dari penghinaan itu, mereka memberikan Crassus sebuah malam yang tenang agar dia dapat berkabung untuk putranya.

Pasukan Partia memilih untuk tidak melanjutkan penyerangan, karena mereka tidak memiliki perlengkapan yang memadai untuk bertahan pada malam hari serta takut pada serangan pasukan Romawi. Sebaliknya, mereka justru berkemah jauh dari posisi pasukan Romawi. Plutarch menulis bahwa malam itu adalah malam yang meresahkan bagi para prajurit Romawi, karena mereka tidak bisa mengubur rekan mereka yang gugur atau merawat yang terluka. Terlepas dari kejadian tersebut, pada malam itu 300 prajurit Romawi yang dipimpin oleh seseorang bernama Ignatius berhasil melarikan diri ke Carrhae, lalu memberitahukan tentang pertempuran yang mereka alami pada kota tersebut, setelah itu mereka pun pergi. Plutarch menulis:

Ignatius memanggil para penjaga di tembok kota dalam bahasa Romawi, saat mereka menjawab, dia menyuruh mereka untuk memberitahu Coponius, komandan mereka, bahwa telah terjadi pertempuran yang hebat antara Crassus dan kekaisaran Partia. Kemudian, dia tidak berbicara lagi dan juga tidak memberitahu siapa dirinya, setelah itu dia pun pergi ke Zeugma. Dia menyelamatkan dirinya sendiri bersama dengan para prajuritnya, tetapi dia mendapatkan citra yang buruk karena meninggalkan jenderalnya sendiri. (ch. 27)

Melarikan diri ke Carrhae

Crassus sadar bahwa tidak ada harapan untuk bertahan dan dia pun harus melarikan diri. Meskipun empat kelompok pasukan tersesat di kegelapan malam, dan yang terluka ditinggalkan, tetapi para prajurit Romawi yang tersisa berhasil masuk ke dalam kota Carrhae. Crassus paham bahwa dia tidak bisa terlalu lama berada di dalam kota ini dan berencana untuk bergerak lagi.

DI LUAR TEMBOK CARRHAE, PASUKAN PARTIA MEMINTA CRASSUS & WAKILNYA, CASSIUS DISERAHKAN DALAM KEADAAN TERIKAT.

Keesokan paginya, pasukan Partia tiba di perkemahan pasukan Romawi. Mereka membunuh 4,000 prajurit yang terluka dan yang ditinggalkan, mereka juga menemukan keempat kelompok yang tersesat lalu membunuh semuanya, setelah itu mereka melanjutkan perjalanan ke Carrhae. Di luar tembok Carrhae, pasukan Partia meminta Crassus dan wakilnya, Cassius diserahkan dalam keadaan terikat. Menurut Plutarch, Surena tidak ingin kehilangan 'hasil kemenangannya, ' sehingga dia mengirim seorang utusan yang berbicara dalam 'bahasa Romawi' untuk meminta Crassus atau Cassius bertemu dengannya dalam sebuah pertemuan. Dengan persediaan yang terbatas dan para pasukan yang putus asa, Crassus pun memutuskan untuk meninggalkan kota tersebut dan menolak untuk menemui Surena. Usaha melarikan diri ini terbukti menjadi bencana pada akhirnya.

Pada malam itu, Crassus dan pasukannya gagal melarikan diri ke wilayah Armenia, dan mereka justru tersesat di dalam sebuah rawa ketika kembali ke Carrhae. Cassius Dio menulis:

Crassus, dalam keputusasaannya, percaya bahwa dia tidak dapat bertahan lebih lama di dalam kota sehingga berencana untuk segera melarikan diri. Dan karena mustahil baginya untuk keluar pada siang hari tanpa terlihat, maka dia melakukan pelarian pada malam hari. Namun, bulan purnama mengkhianatinya dan membuatnya gagal untuk mempertahankan kerahasiaan. (441)

Mereka menunggu malam tanpa cahaya bulan lalu kabur di dalam kegelapan, akan tetapi mereka kebingungan saat berada di daerah yang asing hingga membuat mereka tersesat. Sayangnya, Crassus mempercayai orang yang salah untuk memimpin dia dan pasukannya ke tempat yang aman: Andromachus si pengkhianat.

Karena Crassus keluar pada malam hari dan pasukan Partia tidak terbiasa dan juga merasa tidak mudah untuk bertempur pada malam hari, Andromachus pun memimpin para buronan ini melewati satu jalur ke jalur lainnya sembari merancang agar para pengejar mereka tidak tertinggal jauh, dan pada akhirnya dia mengalihkan mereka ke rawa-rawa yang dalam dan wilayah-wilayah penuh parit, sehingga mereka yang mengikutinya mengalami kesulitan dan terputar-putar. (Plutarch, ch. 29)

Pasukan Romawi berlindung di sebuah bukit besar. Sementara itu, seorang komandan Romawi, Octavius kabur bersama dengan 5,000 prajurit ke Sinnaca, kemudian dia kembali untuk membantu melawan pasukan Partia dan tewas di tangan seorang prajurit Partia. Akhirnya, perjanjian ditawarkan kembali. Crassus enggan tetapi pasukannya memaksa dia untuk "... melecehkan dan memakinya karena menyuruh mereka bertarung melawan pasukan yang dia takuti saat ingin berunding bahkan saat mereka datang tanpa senjata" (Plutarch, ch. 30).

Marcus Licinius Crassus, Louvre
Marcus Licinius Crassus, Louvre
Carole Raddato (CC BY-SA)

Hasil pertemuan juga kematian Crassus dan Octavius hanyalah soal terkaan dan mitos saja. Konon, Surena meminta persyaratan yang meminta Romawi untuk meninggalkan semua wilayah di sebelah timur Efrat. Menurut Cassius Dio, Crassus begitu ketakutan. Pertemuan itu tidak berjalan seperti yang diharapkan, karena Crassus menemui ajalnya. Plutarch berkata, "... prajurit Partia datang dan berkata pada Crassus bahwa dia telah melihat gurunnya, tetapi Surena menyuruh para prajurit Romawi yang tersisa untuk turun tanpa perlu khawatir" (ch. 31). Beberapa mematuhi perintah itu sedangkan yang lainnya mencoba kabur sehingga mereka ditangkap lalu 'dicincang'.

Cassius Dio menulis bahwa Crassus dibunuh "... oleh salah satu prajuritnya untuk mencegah dia ditangkap hidup-hidup atau oleh musuhnya karena dia terluka parah" (445). Kisah yang lain menceritakan bahwa prajurit Partia menuangkan emas cair ke mulutnya sebagai 'ejekan' untuk kekayaannya yang berlimpah-ruah. Kepala Crassus diberikan pada raja Partia dimana kepala itu digunakan sebagai alat dalam sebuah pertunjukkan drama Euripides The Bacchae - sebagai kepala Pentheus si tragis yang dipenggal oleh ibunya.

Akibat

Di Carrhae, keserakahan dan ambisi Crassus membutakannya untuk melihat kenyataan perang di timur. Sebelumnya, Crassus telah memiliki keberhasilan sebagai seorang komandan militer, tetapi Carrhae menunjukkan kegagalan dari kemampuannya untuk menjalankan sebuah rencana yang masuk akal. Ada dugaan bahwa dia menderita PTSD (Gangguan Stres Pasca-Trauma). Tentu saja, dia kelihatannya menunjukkan amarah, konsentrasi yang kurang, kesendirian, dan depresi, terutama setelah kematian anaknya saat dia menolak untuk meninggalkan kemahnya.

Dengan kematian Crassus, berakhir pula tiga serangkai. Crassus telah menjadi perekat, tak lama setelah itu Caesar dan Pompey berselisih - dan berakhir dengan kematian Pompey. Konon, sebagai penguasa seumur hidup yang ditetapkan oleh dirinya sendiri, Julius Caesar berharap dapat memimpin pasukannya ke timur untuk membalaskan kematian Crassus dan merebut panji elang milik para legiun yang gugur, tetapi kematiannya di Ides of March pada tahun 44 SM menyebabkan akhir dari semua rencana pembalasan.

Meskipun terkadang Romawi memasuki wilayah Partia - yang berhasil dilakukan oleh Kaisar Trajan dan Septimius Severus - perang dengan bangsa Partia tidak pernah terwujud. Partia terbukti jauh lebih bersikap bertahan daripada menyerang. Daerah itu akan selalu menjadi duri di sisi kekaisaran. Namun, terlepas dari bencana kekalahan yang terjadi di Carrhae, Romawi mampu bertahan, terus menaklukkan dan muncul sebagai sebuah kekaisaran. Pertempuran Carrhae, bersama dengan pertempuran di Cannae (216 SM) dan Adrianople (378 SM), tetap menjadi salah satu bencana militer terburuk dalam sejarah bangsa Romawi.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Tentang Penerjemah

Christo Sylvano
An English-Indonesian freelance translator who has been working as Adjunct English Lecturer in University of Palangka Raya, Indonesia. I possess a passion with ancient warfare history and cultural heritage in Southeast Asia.

Tentang Penulis

Donald L. Wasson
Donald mengajar sejarah Kuno, Abad Pertengahan, dan sejarah tentang Amerika Serikat di Lincoln College (Normal, Illinois). Ia selalu dan akan selalu menjadi seorang mahasiswa sejarah sejak belajar tentang Aleksander Agung . Dia sangat ingin menularkan ilmunya pada seluruh mahasiswanya.

Kutip Karya Ini

Gaya APA

Wasson, D. L. (2019, Juli 02). Pertempuran Carrhae, 53 SM [Battle of Carrhae, 53 BCE]. (C. Sylvano, Penerjemah). World History Encyclopedia. Diambil dari https://www.worldhistory.org/trans/id/2-1406/pertempuran-carrhae-53-sm/

Gaya Chicago

Wasson, Donald L.. "Pertempuran Carrhae, 53 SM." Diterjemahkan oleh Christo Sylvano. World History Encyclopedia. Terakhir diubah Juli 02, 2019. https://www.worldhistory.org/trans/id/2-1406/pertempuran-carrhae-53-sm/.

Gaya MLA

Wasson, Donald L.. "Pertempuran Carrhae, 53 SM." Diterjemahkan oleh Christo Sylvano. World History Encyclopedia. World History Encyclopedia, 02 Jul 2019. Web. 26 Des 2024.