Penaklukan Awal oleh Umat Muslim (622-656 M)

6 hari tersisa

Berinvestasi dalam Pendidikan Sejarah

Dengan mendukung badan amal kami, World History Foundation, Anda berinvestasi untuk masa depan pendidikan sejarah. Donasi Anda membantu kami memberdayakan generasi penerus dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan untuk memahami dunia di sekitar mereka. Bantu kami memulai tahun baru dengan siap mempublikasikan informasi sejarah yang lebih andal, gratis untuk semua orang.
$3654 / $10000

Artikel

Syed Muhammad Khan
dengan , diterjemahkan dengan Fatiya Azizah
diterbitkan pada 25 Juni 2020
Tersedia dalam bahasa lain: Bahasa Inggris, Bahasa Prancis, Bahasa Turki
Dengarkan artikel ini
X
Artikel Cetak

Islam berkembang sebagai gerakan relijius dan sosio-politis di Arab pada abad ke-7 Masehi (610 M hingga seterusnya). Nabi umat Islam, Muhammad (570-632 M), meskipun menghadapi banyak penolakan dan penganiayaan, berhasil mengumpulkan banyak pengikut yang kemudian berkembang menjadi persatuan besar. Prinsip-prinsip kepemimpinan islam adalah misi kemanusiaan, dan prinsip militer mereka tidak perlu dipertanyakan. Setelah kematian Nabi di tahun 632 M, sahabat karibnya, Abu Bakar (573-634 M) mulai mendirikan fondasi Khulafaur Rasyidin (632-661 M), yang melanjutkan perluasan wilayah kekuasaan. Meskipun lemah pada awalnya, kepemimpinan Islam berpengaruh besar pada sejarah Timur Tengah dan Mediterania. Dalam beberapa dekade saja, kekuasaan islam yang semula hanya di kota Madinah di Hijaz, meluas hingga seluruh Arab, Irak, Syria, Levant, Iran, Mesir, beberapa wilayah di Afrika Utara, bahkan beberapa pulau di Mediterania. Konflik internal pada perang Fitnah Pertama (656-661 M) atau Perang Saudara Muslim pertama menghentikan perluasan wilayah untuk sementara, namun penaklukan dilanjutkan di masa Dinasti Umayyah (661-750 M).

Muhammad Conquers Mecca & Destroys Its Idols
Muhammad menaklukan Mekah dan Menghancurkan Berhala
Unknown (Public Domain)

Imperium Nabi

Nabi umat Islam, Muhammad, pada awalnya menyebarkan keyakinan monoteistik yang disebut Islam di kampung halamannya, Mekah, dari 610 M hingga seterusnya. Nabi Muhammad adalah seseorang yang karismatik dan berbakat. Karakternya yang terkenal jujur membuat Nabi Muhammad memiliki banyak pengikut. Kesetaraan, persamaan, hak-hak perempuan (yang pada saat itu penduduk Mekah anggap sebagai 'properti'), dan prospek surga membuat banyak orang tertarik untuk masuk islam. Penduduk Mekah menentang perubahan ini, mereka menganggapnya sebagai ancaman serius untuk ekonomi wilayah dan stratifikasi sosial yang tidak adil.

Sisihkan pariwara
Advertensi
Madinah menyerahkan kedaulatan kepada Nabi, mengangkatnya sebagai pemimpin pertama dan raja yang mengawali Imperium Islam.

Meskipun telah menerapkan aturan keras dan bahkan melakukan penganiayaan kepada pemeluk agama islam dan pendakwahnya, penduduk Mekah tidak bisa menurunkan jumlah orang-orang dalam komunitas Muslim. Saat kekejaman penduduk Mekah semakin menjadi-jadi, umat Muslim bermigrasi ke kota Madinah setelah diundang pada 621 M. Nabi sendiri sampai ke Madinah pada 622 M bersama dengan sahabatnya, Abu Bakar. Penduduk Madinah menyerahkan kedaulatan ke Nabi, mengangkatnya sebagai pemimpin pertama dan raja (622-632 M) yang mengawali Imperium Islam. Kota Madinah kemudian menghadapi konflik melawan Mekah, yang kemudian berhasil ditaklukan setelah perang bertahun-tahun pada 629/630 M.

Penaklukan Mekah menjadi awal dari banyak penaklukan, kota-kota besar Arab mulai tunduk pada kepemimpinan Nabi, contohnya Thaif, kota yang pernah menolak ajaran Nabi dan bahkan menghinanya, menyerah pada 631 M. Semua upaya mempertahankan wilayah, mengerahkan perlawanan, dan mengadakan konferensi untuk menghancurkan kekuatan muslim berujung kegagalan. Persekutuan Yahudi dikalahkan pada 628 M pada Perang Khaibar, dan persekutuan suku Badui dihancurkan pada 630 M pada perang Hunayn. Pada saat kematiannya di tahun 632 M, Nabi memimpin sebuah imperium dan menguasai daerah sekitarnya yang kemudian diperluas dan diperbesar oleh pemimpin-pemimpin selanjutnya.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Awal Mula Kekhalifahan dan Perang Riddah

Dalam duka kematian Nabi Muhammad, Umat Islam banyak yang kembali ke ajaran pra-islam dan menyebabkan banyaknya perpecahan. Hal ini kemudian tertatasi ketika Abu Bakar (632-634 M) maju sebagai khalifah dan pemimpin tertinggi Islam saat itu. Pada masa kepemimpinan nabi, kekaisaran Romawi Timur atau Kekaisaran Bizantium di Syria melakukan pembunuhan keji terhadap salah satu utusan nabi, Nabi kemudian mengirimkan pasukan untuk membuat serangan besar untuk membalas ketidakadilan ini, namun, mereka kalah telak pada Perang Mut'ah (629 M). Langkah pertama Khalifah Abu Bakar adalah mengirimkan pasukan untuk membalas kekalahan di Mut'ah, yang sebelumnya sudah direncanakan oleh Nabi.

Setelah pasukan ini pergi, pemberontakan di Jazirah Arab pecah menjadi pertarungan besar. Khalifah Abu Bakar dengan cerdik memanfaatkan musuh-musuhnya yang terpecah-belah dan menaklukan mereka dalam satu tahun, kejadian ini kemudian dikenal dengan nama Perang Riddah (632-633 M). Khalid bin al-Walid (m. 642 M), ahli strategi muslim yang terkenal, memiliki peran penting di pertempuran ini. Ia menaklukan pasukan terkuat di bawah perintah seorang penipu (nabi palsu) bernama Musaylamah pada Desember, 632 M, dalam Pertempuran Yamama. Setelah penaklukan Yamama, para pemberontak tidak bisa menyerang dengan kekuatan yang sama seperti saat penyerangan awal mereka, dan pada Maret 633 M, keadaan kembali seperti semula. Abu Bakar telah menyelamatkan imperium Nabi dan agamanya; sejak saat itu, ia dianggap sebagai pahlawan dan kepemimpinannya tidak pernah diragukan.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Greek Larnax from the Royal Tomb in Vergina
Larnax Yunani dari Makam Kerajaan di Vergina
Dimboukas (Public Domain)

Abu Bakar berencana untuk memperbesar kekuasaannya di luar Jazirah Arab. Imperium Muslim berbatasan dengan dua kerajaan besar: Kerajaan Romawi Timur (330-1453 M) di barat laut dan Kekaisaran Sasania (224-651 M) di timur laut. Dua kolosal besar ini sering terlibat dalam perang besar berkepanjangan yang menyebabkan mereka kehilangan banyak sumber daya, mereka juga menyiksa suku-suku arab yang tinggal di Timur Tengah untuk menunjukkan kekuatan mereka. Bagi Abu Bakar, ini adalah kesempatan yang tidak disadarinya.

Penaklukan Persia Sasania (Irak dan Khurasan)

Selama Perang Riddah, seorang kepala suku Arab bernama Muthanna bin al-Haritsa memberikan informasi mengenai kelemahan Irak Sasania kepada Abu Bakar. Tidak mau membuang waktu, sang Khalifah mengirim Khalid, yang menyamarkan sebagai pahlawan perang, untuk menyerang Irak (633 M). Keduanya berada di bagian barat Eufrat, mereka menang berkali-kali berkat bantuan penduduk lokal yang ikut serta, dan mengalahkan Sasania menuju wilayah yang ditaklukan.

Khalid ibn al-Walid's Invasion of Iraq
Penaklukan Irak oleh Khalid bin Al-Walid
Mohammad Adil (GNU FDL)

Setelah menaklukan Syria, pasukan Rasyidin yang kini semakin besar menghadapi ancaman serangan balik pasukan Romawi Timur yang semakin dekat. Abu Bakar kemudian mengirim Khalid ke barisan depan pasukan Syria untuk menyatukan barisan umat muslim. Dalam keadaan ini, komandan muslim Abu Ubaid al-Thaqafi, melawan perintah Muthanna, melakukan pertempuran melawan pasukan Sasania dan kalah telak dalam Pertempuran Jembatan Besi (Oktober 634 M). Abu Ubaid wafat dalam perang tersebut, namun Muthanna berhasil memerintahkan pasukan untuk mundur dan menyelamatkan wilayah di sebelah barat Eufrat hingga Madinah.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Abu Bakar meninggal tahun 634 M, dan penerusnya, Umar bin al-Khattab (634-644 M), menggantikannya sebagai khalifah dan disebut "pemimpin orang-orang beriman". Khalifah Umar memperkuat barisan terdepan pasukan Irak dengan tentara-tentara baru di bawah pimpinan seorang sahabat Nabi: Sa'd bin Abi Waqqas (595-674 M). Sementara itu, Sasania mencari cara untuk bangkit kembali setelah kehilangan wilayah Irak.

Rustam Farrokhzad, seorang pahlawan melegenda dan ahli strategi yang licik, keluar dari persembunyiannya untuk menghadapi pasukan Muslim yang semakin banyak. Saat itu tahun 636 M, dan pasukan Sa'd diperkuat dengan tambahan pasukan yang menang di Syria. Meskipun bertambah banyak, pasukan Rasyidin tetap kalah jumlah, ditambah musuh mereka memiliki peralatan perang yang lebih bagus. Namun umat Muslim menyeimbanginya dengan kemampuan mereka dalam pertarungan tangan kosong. Rustam yakin ia bisa menang dengan jumlah pasukan yang banyak dan setelah beberapa hari dalam Pertempuran al-Qadisiyya (636 M), tampaknya perkiraannya benar.

Battle of Al-Qadisiyya
Pertempuran Qadisiyah
British Library (Public Domain)

Situasi berubah drastis ketika beberapa tentara kavaleri menyelinap ke barisan utama dengan memanfaatkan badai pesir, kemudian membunuh jendral gagah tersebut. Kematian Rustam membuat pasukannya merasa sangat terpukul, meskipun jumlah mereka sangat banyak, mereka semua mulai kelelahan kemudian kalah. Berkat kekalahan ini, kekuasaan Sasania atas Irak telah gugur, dan tentara Rasyidin tak lama kemudian menguasai banyak wilayah lainnya, bahkan sampai ke Tisfon – Ibu kota Persia, yang ironisnya terletak sangat jauh dari markas besar mereka di Khurasan, provinsi timur – wilayah yang saat ini adalah Iran.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Raja Sasania terakhir, Yazdegerd III (624-651 M) mengirim satu lagi pasukan kuat untuk melawan orang Muslim, namun serangan yang luar biasa inipun berhasil dipukul balik di Pertempuran Nahawand (642 M). Meski berhasil menang, Umar yang sangat berhati-hati dan tidak ingin mengambil resiko meminta pasukan untuk menunda pertempuran berlanjut ke Iran. Mereka mendapatkan limpahan harta rampasan perang dari kemenangan di Nahawand yang dibawa kembali ke Madinah, namun Khalifah Umar dibunuh pada 644 M oleh seorang budak Persia bernama Lu'lu yang ingin membalaskan dendam kekalahan pasukannya.

Penerus Umar, Usman (644-656 M) melanjutkan ekspansi militer pendahulunya. Yazdegerd III, yang kabur ke bagian timur kerajaan, dibunuh oleh seorang raykatnya sendiri di Merv pada 651 M. Raja terakhir Kekaisaran Sasania yang dulunya sangat berkuasa terbunuh karena sebuah pengkhianatan, dan kematiannya juga berarti matinya harapan melawan kemajuan pasukan Muslim. Khurasan ditaklukan pada pertempuran yang berjalan selama 651-653 M, dan sisa-sisa lahan Sasania dengan segera diambil alih. Imperium Rasyidin menyebar hingga ke Sindh, terletak di daerah yang saat ini adalah Pakistan, ke Timur.

Penaklukan Syria dan Levant

Abu Bakar mengirim empat divisi di bawah perintah Shurahbil bin Hasana (583-639 M), Yazid bin Abi Sufyan (m. 640 M), Amr bin Al-As (573-664 M) dan Abu Ubaidah (583-639 M) untuk menguasai Syria dan Levant. Pasukan-pasukan ini dilarang melakukan pertempuran dengan pasukan Romawi Timur di padang terbuka atau menyerang kota-kota besar dan kastil. Awalnya, mereka berhasil menyerang, namun kemudian mereka menghadapi ancaman berupa kekuatan besar pasukan Romawi Timur yang dikerahkan raja Heralius yang sedang sakit dan dipimpin oleh saudaranya, Theodore. Tidak ingin menyerah begitu saja, Abu Bakar meminta Khalid untuk menyusul ke Syria.

Khalid memilih orang-orang terbaik dan bergerak menyeberangi gurun yang luas, menggunakan beberapa unta sebagai penyedia air, dan sampai di perbatasan Syria. Di sana ia bertemu dengan empat divisi dan mengalahkan pasukan Romawi Timur dalam Pertempuran Ajnadayn (634 M). Ketika Umar datang ke markas, ia memecat Khalid dari posisinya dan menempatkan Abu Ubaidah sebagai penggantinya, hal ini barangkali dilakukan untuk menegaskan posisinya di dalam peperangan ini.

Khalid ibn a-Walid's Invasion of Syria
Penaklukan Syria oleh Khalid bin Al-Walid
Mohammad adil (GNU FDL)

Pasukan Rasyidin meneruskan penaklukan ke Utara di Levant dan Syria. Mereka menaklukan Damaskus pada 634 M, melalui pembunuhan dan pengkhianatan, memenangkan Imperium Palestina dalam Pertempuran Fahl (Pella; 635 M). Emesa (Homs) menjadi target selanjutnya dan ditaklukan pada 636 M, membuat pasukan Muslim menjadi sangat dekat dengan Aleppo dan Antioch – dimana Raja tinggal. Marah dengan kekalahan Theodore, Heraklius memaksanya mundur dan mengirimkan pasukan raksasa di bawah perintah Vahan dari Armenia (m. 636 M) untuk menghadapi pasukan Rasyidin.

Khalid, yang sudah tidak memiliki posisi resmi, menunjukkan kemampuanya dalam peperangan. Jendral yang dikenal tanpa ampun ini pergi ke selatan, melewati sungai Yarmuk, dan menghadapi pasukan kekaisaran di sana. Pertempuran Yarmuk (Agustus 636 M) berlangsung selama enam hari, awalnya pasukan Muslim terdesak, namun pada pagi 20 Agustus 636 M, Khalid maju lebih dulu dan menghabisi musuhnya dengan pasukan kavaleri. Pasukan imperial memutar balik dengan panik saat menyadari kemungkinan besar panglima mereka telah tewas dalam peperangan. Setelah kemenangan ini, pasukan Muslim menyapu habis Syria, Yordania, dan Palestina. Romawi Timur akhirnya menyerahkan wilayah mereka, kemudian pasukan dialihkan ke barisan Irak untuk membantu ekspedisi di sana.

Illustration of the battle of Yarmouk (636 CE)
Ilustrasi Perang Yarmuk (636 M)
Unknown (Public Domain)

Yerusalem tak lama kemudian dikepung pada tahun 637 M dan menyerah setelah diberikan jaminan keamanan secara khusus oleh Khalifah Umar. Kota suci ini kemudian dimasuki umat Muslim tanpa perlawanan, populasi Yahudi yang diperangi oleh pasukan Romawi lima abad sebelumnya dibolehkan untuk kembali. Umar kemudian memecat Khalid dari posisinya secara resmi, alasan di balik ini mungkin pribadi atau karena adanya kontroversi mengenai sang jendral.

Sebelum pemecatan, Khalid telah memimpin ekspedisi ke Anatolia dan Armenia pada 638 M; ia meninggal pada 642 M dan dimakamkan di Emesa. Abu Ubaidah, yang diberikan posisi sebagai gubernur Syria, meninggal pada 639 M karena penyakit mematikan yang menyebar di daerah tersebut. Dalam keadaan ini, Muawiya (603-680 M), anak dari Abu Sufyan, aristokrat tersohor Mekah pada zaman pra-Islam dari klan Umayyah yang kemudian masuk islam, dikirim untuk menggantikan Abu Ubaidah. Muawiya berhasil mengatur wilayah tersebut dan menyatukan muslim di sana, nanti pada masa pemerintahan Usman, sepupunya sekaligus khalifah ketiga (644-656 M), ia menaklukan seluruh Armenia (653-655 M)

Penaklukan Mesir & Afrika Utara

Amr bin al-Ash, salah satu panglima yang dikirim oleh Abu Bakar ke pasukan Romawi Timur, mengusulkan penaklukan lain kepada Umar. Mesir sudah lama dikuasai oleh Kerajaan Romawi Timur, namun kondisi mereka tidak jauh berbeda dengan penduduk Levant dan Syria. Dengan undang-undang Romawi Timur yang merugikan penduduknya, penaklukan Mesir tidak akan menghadapi kesulitan.

Namun Umar tidak mau langsung memberikan perintah, ia harus diyakinkan berkali-kali oleh Amr. Di Mesir, Romawi Timur menguasai tanah Muslim sampai ke utara, dengan wilayah yang terlepas dari kerajaan, invasi adalah solusi yang efektif. Amr, ditemani Zubayr bin Awam (594-656 M), menempatkan pasukan di wilayah Heliopolis (640 M) dan menang telak.

Muslim Conquest of Egypt, 640-642 CE
Muslim menaklukan Mesir, 640-642 M
Mohammad adil (CC BY-SA)
Dua tahun kemudian, sebagian besar Mesir dibawah kekuasaan pasukan Rasyidin. Khalifah Usman (644-656 M) mengijinkan gubernur-gubernur wilayah untuk meluaskan wilayah mereka secara otonom. Pada 646 M, serangan dari pasukan besar Romawi Timur di Alexandria dipukul balik dengan bantuan penduduk asli yang merasa dirugikan oleh pemerintahan mereka sebelumnya. Jalur Afrika Utara hingga Tripoli juga melepaskan diri dari kekuasaan Romawi Timur setelah kemenangan di Pertempuran Sufetula (647 M)

Operasi Angkatan Laut di Laut Mediterania

Orang-orang Syria yang terkenal ahli dalam membuat perahu ditugaskan membuat armada tangguh untuk menghadapi pasukan Romawi Timur di Mediterania. Setelah memukul mundur armada Romawi Timur yang berusaha merebut kembali Alexandria (646 M), pasukan Muslim kemudian melakukan penyerangan. Siprus ditaklukan pada 649 M, diikuti penaklukan Rodos pada 654 M, kemudian pada tahun berikutnya, angkatan laut Romawi Timur dikalahkan dalam Pertempuran Tiang Kapal. Pasukan Muslim yang menguasai Mediterania melakukan perampasan dari daerah Kreta hingga Sisilia.

Pasca Perang & Kesimpulan

Di puncak kejayaannya, masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin meluas dari sejumlah wilayah di Afrika Utara di barat hingga wilayah-wilayah Pakistan di selatan; termasuk sejumlah pulau di Mediterania. Mereka adalah kekuatan yang disegani dan memiliki pengaruh paling besar dalam wilayah tersebut. Ekspansi awal ini berhenti pada 656 M setelah Khalifah Usman dibunuh dengan keji oleh seorang tentara pemberontak. Penerusnya, Ali bin Abi Thalib (656-661 M), menghabiskan masa pemerintahannya untuk menyatukan umat islam kembali yang berujung pada kerusuhan yang disebut Fitnah Pertama (656-661 M). Khalifah Ali dibunuh oleh kelompok radikal yang disebut Khawarij pada 661 M. Setelah kematiannya, gubernur Syria dan rivalnya, Muawiya, menyatakan kekuasaan dan mendirikan Dinasti Umayyah (661-750 M), setelah beberapa kerusuhan, mereka meneruskan penaklukan.

Romawi Timur dan Sasania adalah negara-negara adikuasa pada saat itu, namun setelah perang bertahun-tahun, pasukan kolosal raksasa ini melemah. Bagaimanapun, penduduk Arab tidak pernah mengira dapat mengalahkan mereka, para penggali sumur ini tidak punya jumlah yang memungkinkan dan keinginan untuk menghadapi sebuah kerajaan besar. Hal ini kemudian berubah saat Jazirah Arab bersatu di bawah nama Islam pada 633 M. Setelah terbebas dari pertikaian selama berabad-abad, penduduk Arab mengarahkan kekuatan mereka ke negara-negara tetangga. Mereka menganggap perang adalah jihad dan jika mereka terbunuh dalam peperangan, mereka akan abadi sebagai syahid.

Keputusan besar seperti ini tidak dimiliki musuh-musuh mereka. Kedua kerajaan musuh mengerahkan tentara bayaran, yang tidak memiliki kesetiaan yang sama besar kepada pemimpin mereka layaknya pasukan Arab terhadap khalifah mereka. Ditambah, pasukan multi-etnis kurang disatukan oleh satu keyakinan dan sentimen berasal dari negara yang sama, namun kemungkinan, alasan fatal kekalahan mereka adalah karena cara kerajaan-kerajaan ini memperlakukan rakyat mereka sendiri. Ketika pasukan Rasyidin menaklukan wilayah-wilayah mereka, jumlah pasukan mereka terus bertambah oleh para relawan perang dan banyak yang mendukung secara tidak langsung. Ditambah, pasukan Rasyidin pemimpin yang ahli militer seperti Khalid bin al-Walid dalam barisan mereka. Awal Ekspansi Muslim didukung oleh kekuatan yang masyarakat Arab temukan dalam agama Islam dan hal-hal yang muncul karenanya.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Tentang Penerjemah

Fatiya Azizah
Fatiya is passionate about history, especially related to language and literature. She has graduated with English Literature degree.

Tentang Penulis

Syed Muhammad Khan
Muhammad adalah ahli biologi, penggiat sejarah, dan penulis lepas. Muhammad aktif berkontribusi untuk Ensiklopedia sejah 2019.

Kutip Karya Ini

Gaya APA

Khan, S. M. (2020, Juni 25). Penaklukan Awal oleh Umat Muslim (622-656 M) [Early Muslim Conquests (622-656 CE)]. (F. Azizah, Penerjemah). World History Encyclopedia. Diambil dari https://www.worldhistory.org/trans/id/2-1571/penaklukan-awal-oleh-umat-muslim-622-656-m/

Gaya Chicago

Khan, Syed Muhammad. "Penaklukan Awal oleh Umat Muslim (622-656 M)." Diterjemahkan oleh Fatiya Azizah. World History Encyclopedia. Terakhir diubah Juni 25, 2020. https://www.worldhistory.org/trans/id/2-1571/penaklukan-awal-oleh-umat-muslim-622-656-m/.

Gaya MLA

Khan, Syed Muhammad. "Penaklukan Awal oleh Umat Muslim (622-656 M)." Diterjemahkan oleh Fatiya Azizah. World History Encyclopedia. World History Encyclopedia, 25 Jun 2020. Web. 25 Des 2024.