Apa yang Terjadi pada Perpustakaan Agung di Aleksandria?

12 hari tersisa

Berinvestasi dalam Pendidikan Sejarah

Dengan mendukung badan amal kami, World History Foundation, Anda berinvestasi untuk masa depan pendidikan sejarah. Donasi Anda membantu kami memberdayakan generasi penerus dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan untuk memahami dunia di sekitar mereka. Bantu kami memulai tahun baru dengan siap mempublikasikan informasi sejarah yang lebih andal, gratis untuk semua orang.
$2196 / $10000

Artikel

Brian Haughton
dengan , diterjemahkan dengan Sabrina Go
diterbitkan pada 01 Februari 2011
Dengarkan artikel ini
X
Artikel Cetak

Dulunya perpustakaan terbesar di dunia kuno dan berisi karya-karya dari para pemikir dan penulis besar dalam sejarah, meliputi Homer, Plato, Socrates dan banyak lagi, Perpustakaan Alexandria, Mesir utara, secara populer dipercaya hancur akibat kebakaran besar sekitar 2000 tahun yang lalu dan karya-karya yang tersimpan di dalamnya hilang.

Sejak kehancurannya, keajaiban dunia kuno ini sudah menghantui imajinasi para pujangga, sejarawan, pengelana dan cendekiawan, yang menyesali kehilangan akan pengetahuan dan literatur secara tragis ini. Hari ini, ide tentang ‘ Perpustakaan Universal’ yang terletak di kota yang dianggap sebagai pusat pembelajaran di dunia kuno mendapat status mistik.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Misteri mengenai hal ini diabadikan oleh fakta bahwa tidak ada sisa-sisa arsitektural atau penemuan arkeologis yang pernah ditemukan yang bisa secara jelas dikaitkan pada Perpustakaan ini; mengherankan untuk sesuatu yang konon terkenal dan mengesankan. Kurangnya bukti fisik bahkan sudah membuat beberapa orang bertanya-tanya apakah Prepustakaan yang luar biasa ini benar-benar ada dalam bentuk yang selama ini dibayangkan.

Harbour & Lighthouse of Alexandria
Pelabuhan & Mercusuar Aleksandria
Mohawk Games (Copyright)

Aleksandria Kuno

Dulunya rumah bagi mercusuar Pharos, salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia pada Dunia Kuno, pelabuhan Mediterania di Aleksandria dibangun oleh Aleksander Agung sekitar tahun 330 SM, dan seperti banyak kota lain dalam kekaisarannya, kota ini diberi nama sesuai namanya. Setelah kematiannya tahun 323 SM, Kekaisaran Aleksander ditinggalkan di tangan para jenderalnya; dengan Ptolemy I Soter mengambil alih Mesir dan menjadikan Aleksandria sebagai ibukotanya di tahun 320 SM. Tadinya kota nelayan kecil di delta sungai Nil, Aleksandria menjadi singgasana bagi para penguasa Ptolemaic Mesir dan mengembangkannya menjadi pusat intelektual dan kebudayaan, mungkin kota terhebat dalam dunia kuno.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Asal-Usul Perpustakaan Kuno

Demetrius mengorganisir konstruksi ‘Kuil Muse’ atau ‘Musaeum’, yang merupakan asal kata museum.

Pembangunan Perpustakaan Aleksandria, sebenarnya dua atau lebih perpustakaan, tidaklah jelas. Dipercaya sekitar tahun 295 SM, cendekiawan dan orator Demetrius dari Phalerum, gubernur Athena yang diasingkan, meyakinkan Ptolemy I Soter untuk mendirikan Perpustakaan tersebut. Demetrius membayangkan sebuah perpustakaan yang menyimpan salinan dari setiap buku yang ada di dunia, sebuah institusi yang menandingi institusi-institusi lain di Athena. Setelahnya, dengan dukungan dari Ptolemy I, Demetrius mengorganisir pembangunan ‘Kuil Muse’ atau ‘Musaeum’ yang merupakan asal kata museum. Bangunan ini adalah kompleks kuil yang mencontoh Lyceum Aristoteles di Athena, sebuah pusat untuk intelektual dan kuliah filosofi serta diskusi.

Kuil Muse akan menjadi bagian pertama dari kompleks perpustakaan di Aleksandria dan berlokasi di dalam lingkungan Istana Kerajaan, di sebuah wilayah yang dikenal sebagai Bruchion atau pojok istana di distrik Yunani di kota. Museum merupakan pusat kultus dengan kuil pemujaan untuk setiap sembilan muse yang ada, juga berfungsi sebagai tempat untuk belajar dengan area kuliah, laboratorium, observatorium, taman botani, kebun binatang, tempat tinggal dan ruang makan, juga Perpustakaan itu sendiri. Seorang pendeta yang dipilih sendiri oleh Ptolemy I adalah administrator Museum dan juga terdapat seorang Pustakawan yang bertugas menangani koleksi manuskrip. Di suatu waktu dari tahun 282 SM sampai 246 SM, pada masa pemerintahannya, Ptolemy II Philadelphus, putra Ptolemy I Soter, membangun ‘Perpustakaan Kerajaan’ untuk melengkapi Kuil Muse yang didirikan oleh ayahnya.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Tidak jelas apakah Perpustakaan Kerajaan, yang akan dijadikan Perpustakaan manuskrip utama, merupakan bangunan terpisah yang berlokasi di sebelah Museum atau merupakan perluasan dari Museum. Akan tetapi, konsensus opini adalah bahwa Perpustakaan Kerajaan memang merupakan bagian dari Kuil Muse.

Ptolemy II Philadelphus Founds the Library of Alexandria
Ilustrasi Ptolemy II Philadelphus yang Mendirikan Perpustakaan Alexandria
Vincenzo Camuccini (Public Domain)

Selama masa pemerintahan Ptolemy II, gagasan megenai Perpustakaan Universal tampaknya sudah mulai terlihat bentuknya. Rupanya, lebih dari 100 orang cendekiawan tinggal di dalam Museum, yang tugasnya adalah melakukan riset ilmiah, memberikan kuliah, menerbitkan, menerjemahkan, menyalin dan mengumpulkan tidak hanya manuskrip orisinal dari penulis Yunani (diduga termasuk koleksi pribadi Aristoteles sendiri), tapi juga terjemahan tulisan-tulisan dari Mesir, Asyur, Persia, serta teks-teks Buddhis dan kitab suci Ibrani.

Salah satu cerita yang beredar adalah Ptolemy III yang begitu haus akan pengetahuan hingga ia mengeluarkan dekrit agar semua kapal yang berlabuh di dermaga harus menyerahkan manuskrip mereka kepada pihak berwenang. Kemudian salinannya dibuat oleh para juru tulis resmi dan dikirimkan kepada pemilik aslinya sementara manuskrip yang asli disimpan di dalam Perpustakaan.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Jumlah yang sering disebut untuk simpanan Perpustakaan kuno pada puncaknya adalah setengah juta dokumen, meski apakah ini mengacu pada jumlah buku atau pada jumlah gulungan papirus masih tidak jelas. Akan tetapi, fakta bahwa banyak gulungan papirus yang dibutuhkan untuk membuat sebuah buku, kemungkinan besar jumlah tersebut mengacu pada jumlah gulungan. Bahkan 500.000 gulung sudah dianggap terlalu banyak oleh beberapa cendekiawan, karena konstruksi sebuah bangunan dengan ruang penyimpanan yang begitu luas akan sangat besar, meskipun bukan hal yang mustahil. Bagaimanapun, selama masa pemerintahan Ptolemy II koleksi Perpustakaan Kerajaan menjadi sangat besar sehingga sebuah anak perpustakaan didirikan. Perpustakaan ini terletak di wilayah kuil Serapis di distrik Mesir di Rhakotis, di bagian tenggara kota. Selama masa kepustakawanan penulis Yunani, Callimachus (305 SM-240 SM), anak perpustakaan ini menyimpan 42.800 gulungan yang semuanya merupakan salinan dari Perpustakaan utama.

Ancient Library
Ilustrasi Perpustakaan Kuno
Mohawk Games (Copyright)

Perpustakaan Agung Kebakaran?

Kehancuran Perpustakaan Aleksandria karena kebakaran yang terkenal, berakhir hilangnya koleksi paling lengkap atas literatur kuno yang pernah terkumpul, menjadi titik perdebatan selama berabad-abad. Apa yang sebenarnya terjadi pada rumah penyimpanan ilmu pengetahuan kuno yang hebat ini dan siapakah yang bertanggung jawab atas kebakaran tersebut? Akan tetapi, bisa jadi ‘malapetaka terbesar dunia kuno’ kemungkinan tidak pernah terjadi pada skala yang sering diperkirakan.

Tersangka utama dalam kehancuran Perpustakaan Aleksandria adalah Julius Caesar. Diduga bahwa selama pendudukan Caesar di kota Aleksandria tahun 48 SM, ia mendapati dirinya berada di dalam Istana Kerajaan, dikelilingi oleh armada Mesir di pelabuhan. Demi keselamatan dirinya sendiri ia memerintahkan orang-orangnya untuk membakar kapal-kapal Mesir, namun api menjadi tidak terkendali dan menyebar ke bagian yang paling dekat dengan pelabuhan, meliputi gudang-gudang, depot dan beberapa persenjataan.

Sisihkan pariwara
Advertensi
Setelah kematian Julius Caesar secara umum dipercaya bahwa ialah yang menghancurkan Pepustakaan tersebut.

Setelah kematian Julius Caesar secara umum dipercaya bahwa ialah yang menghancurkan Pepustakaan tersebut. Filsuf Romawi dan dramawan, Seneca, mengutip Sejarah Romawi karya Livy, ditulis antara tahun 63 SM dan 14 SM, mengatakan bahwa 40.000 gulungan hancur dalam kebakaran yang dimulai oleh Caesar. Sejararan Yunani Plutarch (wafat 120 SM) menyebutkan bahwa api menghancurkan ‘Perpustakaan agung’ dan sejarawan Romawi Dio Cassius (165-235 Masehi) menyebutkan sebuah gudang manuskrip sedang dihancurkan saat kebakaran besar.

Dalam bukunya The Vanished Library (Perpustakaan yang Hilang), Luciano Canfora menginterpretasi bukti dari para penulis kuno untuk mengindikasi kehancuran manuskrip yang disimpan di dalam gudang-gudang di dekat pelabuhan yang sedang menunggu untuk dieskpor, bukannya Perpustakaan agung itu sendiri. Cendekiawan besar dan filsuf stoic, Strabo, sedang bekerja di Aleksandria tahun 20 SM dan dari tulisannya jelas bahwa Perpustakaan tersebut bukanlah pusat pembelajaran dunia pada saat itu, tidak seperti pada abad-abad sebelumnya. Malahan Strabo tidak menyebutkan perpustakaan semacam itu sama sekali, meski ia menyebut tentang Museum, yang ia deskripsikan sebagai ‘bagian dari Istana Kerajaan’. Ia melanjutkan berkata ‘terdiri dari jalanan tertutup, exedra atau serambi dan sebuah aula besar di mana para anggota Museum yang terpelajar makan bersama.’

Jika Perpustakaan agung menempel dengan Museum, maka Strabo tidak melihat perlunya untuk menyebutnya secara terpisah, dan mungkin yang lebih penting jika ia berada di sana di tahun 20 SM, Perpustakaan tersebut tentunya tidak terbakar habis oleh Caesar dua puluh delapan tahun sebelumnya. Keberadaan Perpustakaan di tahun 20 SM, meski dalam bentuk yang jauh dari lengkap, berarti bahwa kita harus mencari orang selain Caesar sebagai penghancur keajaiban kuno Aleksandria.

Posthumous bust of Caesar
Patung Anumerta Caesar
Carole Raddato (CC BY-SA)

Di tahun 391 Masehi, sebagai bagian dari usahanya menghapus paganisme, Kaisar Theodosius I secara resmi menyetujui penghancuran Serapeum atau Kuil Serapis di Aleksandria. Penghancuran Kuil tersebut dilaksanakan di bawah Theophilus, Uskup Aleksandria dan setelahnya gereja Kristen dibangun di situs tersebut. Dihipotesiskan bahwa anak perpustakaan dari Museum yang berlokasi dekat dengan Kuil dan Perpustakaan Kerajaan juga dirata-tanahkan pada waktu ini. Akan tetapi, meski ada kemungkinan bahwa manuskrip-manuskrip dari perpustakaan Serapeum dihancurkan selama pemusnahan ini, tidak ada bukti bahwa Perpustakaan Kerajaan masih eksis di akhir abad ke-4. Tidak ada sumber kuno yang menyebutkan penghancuran perpustakaan mana pun pada waktu ini, meski sejarawan Inggris abad ke-18, Edward Gibbon, keliru mengaitkannya dengan uskup Theophilus.

Pelaku terakhir yang dikemukakan adalah Khalifah Umar. Pada tahun 640 Masehi, orang-orang Arab di bawah Jenderal Amr Ibn al-Ass menaklukkan Aleksandria setelah pengepungan yang panjang. Menurut ceritanya, orang-orang Arab mendengar tentang sebuah perpustakaan luar biasa yang berisi segala pengetahuan dunia dan tidak sabar untuk melihatnya. Namun sang Khalifah tidak tergerak dengan kumpulan pembelajaran yang besar ini, menyatakan ‘kumpulan pengetahuan ini antara akan bertentangan dengan Al-Qur’an, yang mana berarti sesat, atau sejalan dengan Al-Qur’an, maka berlebihan.’

Manuskrip-manuskrip ini kemudian dikumpulkan dan digunakan sebagai bakar bakar untuk 4.000 pemandian di kota. Kenyataannya terdapat banyak sekali gulungan sehingga mereka bisa menjaga pemandian-pemandian di Aleksandria tetap hangat selama enam bulan. Fakta-fakta luar biasa ini dituliskan 300 tahun setelah kejadian oleh polimatik Kristen Gregory Bar Hebraeus (1226-1286 Masehi). Akan tetapi, meski orang-orang Arab bisa jadi telah menghancurkan sebuah perpustakaan Kristen di Aleksandria, hampir pasti bahwa pada pertengahan abad ke-7 Masehi Perpustakaan Kerajaan sudah tidak ada lagi. Hal ini diperjelas oleh adanya fakta bahwa tidak ada penyebutan akan sebuah bencana semacam itu oleh penulis-penulis kontemporer, seperti penulis sejarah Kristen John dari Nikiou, biarawan Bizantium dan penulis John Moschus dan Sophronius, Patriark Yerusalem.

Rachel Weisz as Hypatia of Alexandria
Rachel Weisz sebagai Hypatia dari Aleksandria
Focus Features, Newmarket Films, Telecinco Cinema (Copyright, fair use)

Kota Aleksandria yang Berubah-ubah

Usaha untuk mengidentifikasi satu kebakaran hebat yang menghancurkan Perpustakaan agung dan segala isinya adalah hal yang sia-sia. Aleksandria adalah kota yang sering berubah-ubah, terutama selama periode Romawi, seperti yang sudah disaksikan: Caesar membakar kapal-kapal dan juga perjuangan keras antara kekuatan yang sedang berkuasa Ratu Zenobia dari Palmyra dan kaisar Romawi Aurelian di tahun 270-271 Masehi. Aurelian akhirnya memperoleh kota tersebut untuk Roma dari tentara Ratu Zenobia, tapi tidak sebelum banyak bagian dari kota Aleksandria rusak parah, dan distrik Bruchion, tempat di mana istana dan Perpustakaan terletak, rupanya ‘dijadikan gurun’.

Kota ini sekali lagi dikalahkan beberapa tahun berikutnya oleh kaisar Romawi Diocletian. Kehancuran berulang ini terjadi selama beberapa abad bersama dengan diabaikannya isi Perpustakaan dikarenakan opini dan afiliasi masyarakat yang berubah; artinya adalah bahwa ‘bencana’ yang mengakhiri Perpustakaan kuno di Aleksandria terjadi datang bertahap, terjadi dalam kurun waktu empat atau lima ratus tahun.

Direktur terakhir Perpustakaan yang tercatat adalah seorang cendekiawan dan ahli matematika, Theon (335-405 Masehi), ayah dari filsuf perempuan Hypatia, yang dibunuh secara brutal oleh massa Kristen di Aleksandria tahun 415 Masehi. Mungkin suatu hari, di padang pasir Mesir, gulungan yang pernah menjadi bagian dari Perpustakaan Agung akan ditemukan. Banyak arkeolog percaya bahwa bangunan yang dulunya pernah menjadi pusat pembelajaran legendaris di Aleksandria kuno, jika tidak terkubur di bawah kota yang modern, masih bisa bertahan dan relatif utuh di suatu tempat di bagian timur laut kota.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Tentang Penerjemah

Sabrina Go
Penggemar cerita-cerita lama, kisah-kisah kuno dan kejadian-kejadian di masa lalu. Dan seorang penerjemah.

Tentang Penulis

Brian Haughton
Penulis dan peneliti buku-buku mengenai peradaban dan monumen-monumen kuno, tempat-tempat sakral dan cerita rakyat supernatural. Arkeolog berkualifikasi dengan BA (Hons) dari University of Nottigham dan MPhil untuk Arkeologi Yunani dari University of Birmingham.

Kutip Karya Ini

Gaya APA

Haughton, B. (2011, Februari 01). Apa yang Terjadi pada Perpustakaan Agung di Aleksandria? [What happened to the Great Library at Alexandria?]. (S. Go, Penerjemah). World History Encyclopedia. Diambil dari https://www.worldhistory.org/trans/id/2-207/apa-yang-terjadi-pada-perpustakaan-agung-di-aleksa/

Gaya Chicago

Haughton, Brian. "Apa yang Terjadi pada Perpustakaan Agung di Aleksandria?." Diterjemahkan oleh Sabrina Go. World History Encyclopedia. Terakhir diubah Februari 01, 2011. https://www.worldhistory.org/trans/id/2-207/apa-yang-terjadi-pada-perpustakaan-agung-di-aleksa/.

Gaya MLA

Haughton, Brian. "Apa yang Terjadi pada Perpustakaan Agung di Aleksandria?." Diterjemahkan oleh Sabrina Go. World History Encyclopedia. World History Encyclopedia, 01 Feb 2011. Web. 19 Des 2024.