Makanan di Dunia Romawi

Artikel

Mark Cartwright
dengan , diterjemahkan dengan Vivian Graciela
diterbitkan pada 06 Mei 2014
Dengarkan artikel ini
X
Artikel Cetak

Pola makan Mediterania kuno berpusat pada empat bahan pokok yang bahkan hingga saat ini masih mendominasi menu restoran dan meja makan: biji-bijian (sereal), sayuran, minyak zaitun, dan anggur. Makanan laut, keju, telur, daging, dan berbagai jenis buah juga tersedia bagi orang-orang yang mampu membelinya. Orang Romawi juga terampil dalam mengolah dan mengawetkan makanan mereka menggunakan berbagai cara, mulai dari pengacaran hingga penyimpanan dalam madu. Memberikan rasa pada makanan dengan saus, rempah-rempah, dan bumbu eksotis adalah elemen penting lain dalam persiapan makanan ala Romawi. Pengetahuan kita tentang apa yang sebenarnya dimakan orang Romawi dan bagaimana mereka memakannya diperoleh dari teks-teks, lukisan dinding, mosaik, bahkan sisa-sisa makanan itu sendiri yang didapat dari berbagai situs, salah satunya Pompeii.

A Pompeii Bakery
Sebuah Toko Roti Pompeii
Penn State Libraries Pictures Collection (CC BY-NC-SA)

Biji-bijian serealia

Biji-bijian serealia adalah bagian utama dari pola makan kebanyakan orang. Gandum dan jelai paling umum dan banyak digunakan, terutama untuk membuat roti dan bubur. Secara umum, roti bertekstur kasar dan berwarna gelap, dan roti dengan kualitas yang lebih baik memiliki warna lebih terang dan tekstur lebih halus. Inovasi dalam mesin penggiling dan ayakan dengan lubang yang lebih kecil membantu meningkatkan kehalusan tepung seiring dengan berjalannya waktu, namun tepung tersebut tetap jauh lebih kasar dibandingkan standar modern. Selain gandum dan jelai, ada pula oat, gandum hitam, dan biji otek.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Asparagus, Roman Mosaic
Asparagus, Mosaik Romawi
Mark Cartwright (CC BY-NC-SA)

Buah & Sayur

Buah-buahan yang paling umum tersedia adalah apel, ara, dan anggur (baik yang segar, sebagai kismis, maupun jus yang belum difermentasi atau dikenal sebagai defrutum). Ada juga buah pir, prem, kurma, ceri, dan persik. Beberapa di antaranya dapat dikeringkan untuk memperpanjang masa simpannya. Sedangkan sayuran umumnya berupa (namun tidak terbatas pada) legum (biji-bijian atau polong-polongan). Sebagai sumber protein yang sangat baik, legum sering dicampurkan ke dalam roti. Sayuran lainnya antara lain asparagus, jamur, bawang bombai, bengkuang, lobak, kubis, selada, daun bawang, seledri, mentimun, articok, dan bawang putih. Orang Romawi juga mengonsumsi tanaman liar bila ada. Buah zaitun dan minyak zaitun juga tentunya merupakan makanan pokok dan sumber lemak yang penting, sama seperti saat ini. Baik buah-buahan maupun sayuran dapat dibuat menjadi acar dengan air garam atau cuka, atau diawetkan dalam anggur, jus anggur, atau madu, agar tetap tersedia untuk dikonsumsi pada musim lainnya.

Wild Boar, Roman Mosaic
Babi Hutan Liar, Mosaik Romawi
Mark Cartwright (CC BY-NC-SA)

Daging

Daging bisa jadi adalah komoditas yang mahal bagi kebanyakan orang Romawi, sehingga daging cenderung disiapkan dalam bentuk potongan kecil atau sosis. Unggas dan hewan buruan liar merupakan sumber daging yang penting, namun ada juga daging babi, anak sapi, domba, dan kambing. Hewan buruan seperti kelinci, kelinci hutan, babi hutan, dan rusa juga dapat dibudidayakan di area hutan yang besar dan tertutup. Beragam jenis burung seperti puyuh-gonggong, pegar, angsa, bebek, sikatan hitam, merpati, kerakai, cerek, berkik, dan puyuh juga berharga karena dagingnya (baik yang diburu di alam liar maupun dibudidayakan). Kemudian, hampir setiap burung eksotis yang ukurannya cukup besar, mulai dari burung flamingo, burung merak, burung unta, sampai burung beo, bisa ditemukan dalam panci masakan koki seorang aristokrat yang ingin membuat tamu kehormatan tuannya terkesan. Daging juga bisa diawetkan dengan cara diasinkan, dikeringkan, diasapi, penamaran, dibuat acar, dan diawetkan dalam madu.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Makanan laut

Ikan, yang kebanyakan masih ditemui di Mediterania sampai hari ini, bisa dimakan mentah, dikeringkan, diasinkan, diasapi, atau dibuat acar. Karena ketersediaannya yang tidak menentu, ikan diawetkan agar menu diet Romawi tetap mengandung tambahan protein yang bermanfaat. Ikan dan kerang juga dibudidayakan dalam kolam buatan air asin maupun air tawar. Penggunaan kecap ikan (garum) yang terbuat dari ikan kecil utuh yang sudah dewasa atau bagian dalam ikan yang besar sangat populer untuk memberi rasa pada makanan laut. Lobster air tawar dan kepiting juga dimakan, sedangkan kerang-kerang yang tersedia antara lain kerang kepah, kerang laut, kerang kampak, dan tiram.

Pasokan

Seiring dengan berkembangnya kota Roma, permintaan akan pasokan makanan yang teratur meningkat. Usaha-usaha swasta kebanyakan memenuhi kebutuhan warga, dan bahan makanan biasanya datang dari daratan utama Italia dan pulau-pulau yang lebih besar seperti Sisilia dan Sardinia. Di Republik Roma, para pejabat tinggi (Magistratus) berusaha memenangkan hati masyarakat dengan mengamankan bahan makanan dari provinsi di bawah taklukan mereka dan negara-negara sekutu. Gracchus mengambil langkah yang terkenal, yakni menetapkan kuota bulanan (frumentatio) untuk biji-bijian yang dipasang dengan harga tetap yang wajar untuk para warga. Augustus menunjuk seorang prefek (praefectus annonae) yang bertugas secara khusus untuk mengawasi penyediaan rutin bahan makanan, terutama biji-bijian. Biji-bijian diatur oleh negara karena komoditas tersebut merupakan sejenis pajak di Italia dan Afrika. Dari abad ke-2 M, minyak zaitun dibagikan kepada para warga; di abad ke-3 daging babi dan anggur juga dibagikan sebagai bagian dari frumentatio untuk rakyat yang miskin. Pada masa kekaisaran setelah itu, karena aparatur negara melemah, individu-individu yang lebih kaya dan Gereja mengambil alih sebagian tanggung jawab untuk memastikan adanya persediaan makanan yang rutin.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Trajans Market, Rome
Pasar Trajan, Roma
Mark Cartwright (CC BY-NC-SA)

Jika warga tidak menumbuhkan bahan makanan mereka sendiri, mereka akan membeli makanan mereka di pasar (macellum). Pasar ini terdapat di ruang terbuka publik (forum) kota-kota Romawi, baik secara terbuka atau dalam bentuk lorong. Di Roma, pasar makanan dibuka setiap hari dari abad ke-2 SM. Salah satu lokasi paling terkenal dan terbesar adalah Pasar Trajan, semacam pusat perbelanjaan versi kuno. Di kota-kota provinsi, pasar mingguan lebih lazim ditemui. Kebun pribadi di pedesaan juga bisa membuka pasar mereka sendiri dan langsung menjual hasil kebun mereka kepada masyarakat sekitar.

Memasak

Di kota-kota Romawi, terdapat penginapan (cauponae) dan kedai minuman (popinae) di mana tamu dapat membeli makanan yang sudah disiapkan dan menikmati segelas anggur murah (bir hanya dikonsumsi di provinsi-provinsi bagian utara kekaisaran). Akan tetapi, penginapan-penginapan tersebut cenderung tidak bereputasi baik karena keterkaitannya dengan kurangnya kebersihan serta prostitusi, sehingga tempat ini cenderung dihindari oleh warga yang lebih berada. Terdapat pula toko-toko roti yang menyediakan oven-oven yang cukup panas untuk membuat roti, di mana pelanggan membawa adonan roti mereka sendiri dan hanya memakai oven toko roti tersebut untuk memanggangnya. Selain tempat-tempat ini, memasak secara lazim masih dilakukan di rumah masing-masing. Makanan dipanggang, dibakar, dan direbus menggunakan anglo (sejenis tungku pemanggang). Seni memasak yang baik secara khusus terkait dengan pencampuran bumbu dengan baik untuk menciptakan saus yang lezat dan unik menggunakan berbagai jenis anggur, minyak, cuka, herba, rempah-rempah, serta sari daging atau ikan. Bahkan ada beberapa penulis yang memberi saran dalam memasak, seperti Apicius yang menulis On the Art of Cookery (Tentang Seni Memasak), kumpulan resep dari abad ke-4 M.

Roman Food Shop Reconstruction
Rekonstruksi Toko Makanan Romawi
Mark Cartwright (CC BY-NC-SA)

Rempah-rempah (species – artinya komoditas eksotis apapun yang berharga) menawarkan berbagai kombinasi rasa yang tidak ada habisnya dan tidak kurang dari 142 jenis yang berbeda sudah diidentifikasi dari sumber-sumber kuno. Rempah-rempah kebanyakan berasal dari Asia, dan kemungkinan tersebut semakin menguat sejak abad ke-1 M ketika jalur laut langsung dibuka sampai ke Mesir dan India. Rempah-rempah eksotis ini meliputi jahe, cengkeh, pala, kunyit, kapulaga, kayu manis tiongkok, bunga pala, kayu manis, dan yang paling populer, lada. Bahan tambahan lezat lainnya yang dihasilkan secara lokal antara lain kemangi, rosemary, daun sage, daun bawang, daun salam, adas sowa, biji adas, thyme, dan biji mustard.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Hidangan & Waktu Makan

Pada permulaan Republik Roma, makanan utamanya dimakan pada siang hari atau disebut cena, dan makanan yang lebih ringan dimakan saat malam hari (vesperna). Seiring waktu, waktu cena perlahan bergeser menjadi semakin siang dan akhirnya menjadi makan malam. Hidangan yang dimakan pada siang hari kemudian dikenal dengan sebutan prandium. Makan siang umumnya ringan dan terdiri dari ikan atau telur dengan sayur. Untuk memulai hari, sarapan atau ientaculum juga cenderung ringan, kadang hanya roti dan garam, tapi kadang juga ada buah-buahan dan keju.

Fruit, Roman Mosaic
Buah-buahan, Mosaik Romawi
Mark Cartwright (CC BY-NC-SA)

Setelah mempersiapkan ruang di perut untuk cena, orang-orang Romawi (setidaknya bagi yang mampu) akan makan berat dan hidangannya terbagi menjadi tiga bagian. Pertama ada gustatio dengan telur, kerang, dormice (sejenis hewan pengerat), dan zaitun, yang dilengkapi dengan segelas anggur yang dilarutkan dengan air dan dipermanis madu (mulsum). Hidangan pembuka disusul oleh serangkaian hidangan (fecula) yang kadang bisa mencapai tujuh jenis, termasuk hidangan utamanya, caput cenae. Daging atau ikan tentu merupakan hidangan utamanya; kadang babi panggang utuh disajikan. Dan tentu saja, keluarga-keluarga yang lebih kaya berusaha untuk membuat tamu mereka takjub dengan hidangan eksotis seperti burung unta dan burung merak. Santapan diakhiri dengan hidangan pencuci mulut (mensae secundae) yang dapat berupa kacang, buah, atau bahkan siput dan lebih banyak kerang lainnya.

Kesimpulan

Tepatnya siapa yang memakan apa dan kapan makanan tersebut dimakan pada masa Romawi terus menjadi lahan subur untuk diteliti, namun catatan arkeologis memberikan bukti yang cukup tentang keberagaman bahan makanan yang tersedia, setidaknya untuk sebagian populasi Romawi. Kita juga dapat melihat bahwa orang-orang Romawi mahir memastikan adanya ketersediaan bahan makanan yang kontinu melalui praktik pertanian, teknik pertanian buatan, dan metode pengawetan makanan. Tak dapat dipungkiri, keberhasilan relatif mereka ditunjukkan oleh fakta bahwa skala produksi makanan yang sedemikian rupa tidak akan terlihat lagi di Eropa sampai abad ke-18 M.

Sisihkan pariwara
Advertensi

Sisihkan pariwara
Advertensi

Daftar Pustaka

Ensiklopedia Sejarah Dunia adalah Rekanan Amazon dan mendapatkan komisi atas pembelian buku yang memenuhi syarat.

Tentang Penerjemah

Vivian Graciela
Seorang pegiat bahasa yang senang berbagi ilmu dan bercerita melalui rangkaian kata yang bermakna.

Tentang Penulis

Mark Cartwright
Mark adalah seorang penulis, peneliti, sejarawan, dan editor penuh waktu. Minat khususnya meliputi seni, arsitektur, dan menggali gagasan-gagasan yang dibagikan oleh semua peradaban. Selain itu, ia memiliki gelar pendidikan MA in Political Philosopy dan menjabat sebagai Direktur Penerbitan di World History Encyclopedia.

Kutip Karya Ini

Gaya APA

Cartwright, M. (2014, Mei 06). Makanan di Dunia Romawi [Food in the Roman World]. (V. Graciela, Penerjemah). World History Encyclopedia. Diambil dari https://www.worldhistory.org/trans/id/2-684/makanan-di-dunia-romawi/

Gaya Chicago

Cartwright, Mark. "Makanan di Dunia Romawi." Diterjemahkan oleh Vivian Graciela. World History Encyclopedia. Terakhir diubah Mei 06, 2014. https://www.worldhistory.org/trans/id/2-684/makanan-di-dunia-romawi/.

Gaya MLA

Cartwright, Mark. "Makanan di Dunia Romawi." Diterjemahkan oleh Vivian Graciela. World History Encyclopedia. World History Encyclopedia, 06 Mei 2014. Web. 10 Jan 2025.